Selasa 15 Apr 2014 19:16 WIB

Kakao Indonesia Dikuasai Asing

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Kakao, ilustrasi
Foto: Antara
Kakao, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Dilihat dari volumenya, produksi kakao Indonesia cukup besar mencapai 700 ribu ton per tahun. Namun sebanyak 75 persen pabrik pengolahan kakao di Indonesia merupakan perusahaan multinasional.

 

Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (Apkasi) Zulhefi Sikumbang mengatakan terjadi penurunan jumlah eksportir kakao nasional sejak ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67 Tahun 2010 yang membebaskan bea keluar. "Delapan puluh persen eksportir dalam negeri tutup (pabrik)," katanya dalam diskusi bertajuk 'Menembus Pasar Kakao Eropa' di JI EXPO, Selasa (15/4).

Eskportir asing ramai berdatangan dalam kurun waktu 1995 hingga 2010 ditandai dengan kehadiran, Olam, Cargil dan Armanjaro. Lalu pada tahun 2010 hingga 2015 terjadi era pengolahan industri kakao setengah jadi ditandai dengan kehadiran BT Cocoa, Mars, Cargil, Guang Chong dan Barry Callebout.

Apkasi lalu memprediksi selanjutnya Indonesia akan berada dalam era industri makanan yang diproduksi dari coklat. Kehadiran perusahaan pengolahan multinasional membuat persediaan tepung coklat menjadi semakin banyak.

Dengan mengubah biji kakao dalam bentuk makanan dan minuman lebih menguntungkan dibandingkan hanya mengolah menjadi tepung. "Kalau biji kakao diolah menjadi powder dan butter untungnya hanya 3 persen," kata Zulhefi.

Tahun 2013 lalu, kapasitas giling kakao mencapai 600 ribu ton. Sementara itu ekspor kakao mencapai 188 ribu ton. Untuk itu Apkasi meminta pemerintah untuk mempertimbangkan permintaan industi yang ingin menurunkan tarif impor kakao hingga 0 persen. "Apakah pantas situasi kita masih ekspor tapi minta penurunan tarif?," kata Zulhefi.

Jika pembebasan pajak impor terlaksana, khawatir harga kakao di tingkat petani makin terpuruk. Kalau hal itu terjadi, perani bisa beralih ke komoditi lain yang lebih menguntungkan seperti karet, sawit dan cengkeh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement