REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset ekonomi dan pembangunan, INDEF, menilai pertumbuhan ekonomi dalam 10 tahun terakhir rapuh karena hanya berorientasi pada produk domestik bruto (PDB).
"Publik Indonesia sudah menyesuaikan terhadap pertumbuhan ekonomi berorientasi PDB dalam 10 tahun terakhir seperti peningkatan pembangunan properti," kata peneliti INDEF, Didin S Damanhuri di Jakarta, Rabu (2/4).
Sementara pengusaha di sektor kelautan, lanjutnya, justru kesulitan untuk berkembang karena pengaruh sektor itu terhadap PDB sangat rendah. INDEF mencatat rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2004-2013 sebesar 5,8 persen per tahun.
Tapi menurut dia, pertumbuhan itu berdampak pada sektor-sektor perdagangan (tradeable) semakin terpinggirkan seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, serta industri pengolahan. Didin mengatakan pembangunan industri gagal membangun industri hilir berbasis pertanian dan pertambangan yang memiliki daya saing dan nilai besar.
"Sektor formal meningkat, namun porsi sektor informal masih terlalu besar lebih dari 58 persen. Itu mengindikasikan iklim usaha yang belum kondusif," katanya.
INDEF juga menilai kebijakan ekonomi terhadap usaha menengah, kecil, dan mikro masih terbatas seperti kebijakan fasilitasi ekspor, lisensi, informasi pasar, dan bahan baku. "Investasi asing ke Indonesia memang mengalami peningkatan, termasuk pada triwulan I 2014 yang mencapai Rp 38 triliun. Tapi, porsi terbesar investasi itu berbentuk surat utang negara dan saham yang kecil pengaruhnya terhadap kinerja di sektor riil," katanya.
Didin menambahkan ketimpangan antara penduduk kaya dan miski yang dilihat dari rasio gini semakin melebar dalam 10 tahun terakhir.