REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak bisa menentukan tarif listrik panas bumi secara seragam. Padahal, kalangan perbankan menginginkan satu angka patokan harga agar mudah dihitung.
Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Tisnaldi mengatakan, kesulitan menetapkan tarif panas bumi secara seragam, karena kesulitan dan investasinya beragam. ''Supreme Energy membangun jalan sendiri sepanjang 40 kilometer,'' kata dia pada diskusi 'Quo Vadis Investasi Panas Bumi: Peluang dan Tantangannya' di Jakarta, Rabu (2/4).
Menurut Tisnaldi, besarnya dana investasi memengaruhi hitungan besaran tarif panas bumi. Contohnya, Kegiatan eksplorasi panas bumi Supreme Energy, dari enam kegiatan eksplorasi, yang dianggap berhasil cuma satu, yakni di Muara Laboh. Alhasil, penghitungan tarif panas bumi tak bisa diseragamkan.
Perbedaan ketersediaan infrastruktur juga berpengaruh. Tisnaldi menuturkan, di wilayah Sumatra berbeda dengan pulau Jawa, karena di Jawa, mayoritas jalan sudah sampai pegunungan. Pasalnya, kegiatan panas bumi kebanyakan di daerah pegunungan. Dengan begitu, tidak perlu membangun sampai 40 km, kemungkinan satu km pun sudah cukup.
Dia menekankan, sejumlah faktor itu yang membuat penentuan satu tarif panas bumi menjadi hal yang mustahil. Akhirnya, penentuan harga panas bumi dipatok berdasarkan rentang tarif tertentu, misalnya 10-20 sen dolar AS per kwh.