REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika bank enam bank umum syariah lain siap menerima gelontoran dana haji, Bank Syariah Bukopin (BSB) terpaksa gigit jari. Kementerian Agama sejak akhir 2013 secara resmi menggagalkan BSB menjadi Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH).
Direktur Utama BSB, Riyanto menyampaikan perseroan gagal meraih dana pengelolaan haji karena dianggap tak memiliki modal cukup di atas Rp 500 miliar. Padahal sudah hampir tujuh tahun BSB membuka tabungan haji.
Keputusan Kemenag pun membuat BSB terpaksa menggandeng BPS BPIH lain.
"Kami akan bekerja sama dengan bank syariah yang mendapat izin, namun belum tahu bagaimana caranya," tutur dia usai RUPS, Rabu (26/3).
Ia sendiri mengaku sudah beberapa tahun mengajukan izin pengelolaan dana haji kepada Kementerian Agama. Setelah hampir berhasil, bahkan sudah menandatangani Perjanjian Kerja sama (PKS), Kemenag mengeluarkan kriteria baru.
Kriteria itu adalah BPS BPIH harus memiliki modal diatas RP 500 miliar. Sementara dengan tambahan modal atau suntikan dari Bank Bukopin, BSB baru mengumpulkan dana sebesar Rp 455 miliar.
Meski begitu, ia mengaku BSB akan terus mengajukan diri sebagai BPS BPIH. Karena Kemenag berjanji akan mengevaluasi setiap tahun kinerja BPS BPIH yang sudah ada. Sambil, ungkap dia, berencana meminta penambahan modal kembali.
Cuma ia mengaku, Kementerian Agama tak terbuka terkait kriteria pemilihan BPS BPIH.
Ia berharap Kemenag lebih terbuka sehingga Syariah Bukopin bisa mengikuti persyaratan tersebut.
Sementara itu, sehari sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Haji dan Umrah Kemenag, Anggito Abimanyu menegaskan seluruh bank, baik bank umum maupun bank daerah telah setuju untuk melakukan migrasi dana dari perseroan mereka ke BPS BPIH.
Meski Kemenag tak mengatur bagaimana dan kemana proses pemindahan, namun sudah menetapkan jadwal terakhir pemindahan. Kemenag memutuskan bulan Juni seluruh dana pengelolaan haji sudah masuk ke BPS BPIH.