REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kerajinan berbahan baku aluminium di Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta, kini telah mampu merambah pasar ekspor serta menjadi kerajinan alternatif bagi perajin perak di wilayah setempat yang saat ini sepi pesanan.
Wakil Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Kecil `Mataram` (Asperam) Yogyakarta, Pandit Anggoro di Yogyakarta, Minggu, mengatakan, peminat kerajinan berbahan baku aluminium telah mencapai Eropa.
"Peminat kerajinan aluminium selain dari Bandung, Surabaya, hingga Jakarta, kini merambah Malaysia serta Eropa," kata Pandit yang juga pengembang kerajinan itu.
Menurut dia, kompetitor perajin aluminium di Yogyakarta maupun di daerah lainnya masih relatif sedikit.
"Yang menggunakan aluminium sebagai bahan kerajinan masih sedikit. Sebagian besar masih menggunakan aluminiun sebagai bahan baku pembuatan peralatan rumah tangga saja," katanya.
Produk kerajinan dengan bahan baku aluminium di Kotagede antara lain miniatur atau replika berbagai kapal, miniatur kereta api, wayang golek, serta berbagai aksesori lainnya, yang sebelumnya hanya diproduksi dengan bahan baku perak (silver).
Ia mengatakan, kerajinan dengan bahan baku aluminium dapat menjadi alternatif bagi bisnis kerajinan perak yang saat ini masih lemah. Hal itu juga dipicu dengan harga bahan baku aluminium yang terpaut jauh dengan bahan baku perak.
Harga bahan baku perak atau "perak acir" saat ini mencapai Rp9 juta per kg dengan harga jual kerajinan mulai Rp50.000 hingga puluhan juta.
Sementara bahan baku aluminium sekitar Rp18.000 per kg dengan harga jual kerajinan mulai Rp20.000 hingga Rp2.500.000.
Selain itu, kata dia, proses pembuatan kerajinan berbahan aluminium lebih mudah dan tidak terlalu rumit jika dibandingkan dengan pembuatan kerajinan perak atau tembaga.
"Kerajinan tembaga atau perak paling banyak mampu diproduksi sekitar 6 - 7 unit per orang setiap harinya, sedangkan kerajinan berbahan baku aluminium mampu mencapai 100 unit per orang dalam sehari dengan proses pembuatan yang sederhana," kata Pandit yang mengaku meraup omzet Rp20 juta per bulan dari kerajinan alumium itu.
Meski demikian, ia mangakui hingga saat ini di Kotagede masih belum banyak yang menggeluti bisnis kerajinan aluminium itu. Menurut dia, sebagian besar masih terfokus untuk memproduksi kerajinan dengan bahan baku perak atau tembaga saja.