Kamis 20 Mar 2014 21:11 WIB

Asia Mesti Siap Hadapi Risiko Penularan Krisis

Rep: Budi Rahardjo/ Red: Indira Rezkisari
Obligasi Global
Foto: blogspot.com
Obligasi Global

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar obligasi domestik di negara kawasan Asia timur mampu bertahan menghadapi volatilitas pasar yang terjadi belakangan ini. Namun, risiko akan terus meningkat dan negara-negara di kawasan tersebut harus tetap siap untuk menghadapinya.

Demikian diungkapkan Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam laporan Asia Bond Monitor terbarunya yang diluncurkan di Jakarta bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kepala Kantor Integrasi Ekonomi Regional ADB Iwan Jaya Azis mengatakan data ekonomi di kawasan itu sangat bagus dengan imbal hasil obligasi yang menarik, serta pulihnya nilai tukar sejumlah mata uang menunjukkan bahwa Asia masih menjadi tempat terbaik untuk investasi.

"Namun, risiko penularan krisis kini lebih tinggi dari sebelumnya,” ujar dia dalam rilisnya, Kamis (20/3). Laporan ADB tersebut menyatakan, agar terhindar dari potensi sentimen negatif, pemerintah negara-negara di kawasan Asia timur harus menerapkan reformasi struktural untuk memperkuat ketahanan ekonomi, serta mendorong pertumbuhan produktivitas.

      

Negara dengan defisit neraca perdagangan yang besar serta memiliki cadangan devisa yang rendah akan menghadapi risiko penularan krisis yang paling tinggi. Sementara, negara dengan utang luar negeri yang besar akan rentan terhadap risiko depresiasi mata uang.

Obligasi berdenominasi mata uang lokal di kawasan Asia timur cukup stabil pada kuartal IV tahun 2013, ketika krisis menimpa negara-negara berkembang lainnya. Meskipun demikian, imbal hasil dari mayoritas obligasi pemerintah naik pada Januari, khususnya di Indonesia dan Filipina. Seiring dengan langkah Amerika Serikat untuk mengurangi pembelian obligasi pemerintah dalam beberapa bulan mendatang, ketidakpastian pasar global diprediksi akan berlanjut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement