REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai pasar keuangan positif menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Keyakinan pasar juga didukung oleh pencapresan Gubernur DKI Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi.
"Pasar keuangan tampaknya cukup positif melihat indikasi-indikasi dari Pemilu, terjaganya stabilitas, melihat calonnya ya kan, lihat kedewasaan masyarakat, kedewasaan partai-partai," ujar Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara.
Mirza menambahkan, pasar keuangan yakin bahwa reformasi ekonomi, reformasi hukum, reformasi birokrasi akan tetap dilanjutkan oleh Pemerintah mendatang.
Dengan melanjutkan reformasi hukum, reformasi ekonomi dan reformasi birokrasi, maka peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan stabilitas ekonomi dan stabilitas keamanan akan tercipta.
Mirza mengatakan, bagi BI nilai tukar rupiah harus tetap kompetitif bagi eksportir dan menurunkan impor. Kurs yang terlalu kuat berdampak tidak baik baik eksportir karena barang-barang ekspor menjadi tidak kompetitif. Di sisi lain, pembelian barang impor pun akan meningkat.
"Mungkin kalau kita liat kurs di bulan November saat kita surplus (neraca perdagangan) 800 juta dolar AS kira-kira kan cocok," ujarnya. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada November lalu tercatat di kisaran Rp 11.800-11.900 per dolar AS.
Neraca perdagangan pada Desember 2013 sebenarnya tercatat lebih tinggi dari November, yakni sebesar 1,52 miliar dolar AS. Pada saat itu, nilai tukar rupiah tercatat di kisaran Rp 11.900-12.000 per dolar AS. Namun, kenaikan surplus tersebut disebabkan oleh kenaikan ekspor barang tambang.
"Jadi ada eksportir yang dia takut dilarang ekspor barang tambang, sehingga dia ekspor di Desember. Surplus di Desember itu sebagian memang disumbang oleh ekspor barang tambang yang dipercepat ekspornya," ujarnya.