Kamis 13 Mar 2014 15:10 WIB

Pertanian dan Perikanan Belum Jadi Sektor Prioritas AEC

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Masyarakat Ekonomi ASEAN
Foto: blogspot.com
Masyarakat Ekonomi ASEAN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sedang bersiap memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (ASEAN Economy Community/ AEC). Agar nantinya tidak tergilas dengan gerakan negara lain, sebaiknya pemerintah punya strategi terbaik untuk melindungi sektor pertanian dan perikanan yang terlihat menurun kompetensinya.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza Damanik mengatakan pemerintah juga belum menempatkan petani, nelayan, buruh maupun pedagang pasar tradisional dalam prioritas. Indikasinya terlihat dimana  aksi terkait AEC tidak melibatkan kelompok tersebut. "Mereka seolah dibiarkan sendirian menghadapi bahaya AEC," ujarnya, Kamis (13/3).

Padahal kelompok ini merupakan titik awal pengembangan sektor pertanian dan perikanan. Kedua sektor ini juga merupakan bagian dari 12 sektor strategis dalam prioritas kerjasama ASEAN.

Namun kondisi dua sektor ini dilaporkan memburuk dari tahun ke tahun. Kontribusi sektor pertanian, misalnya tanaman pangan, dilaporkan terus menurun sejak tahun 2011. Data BPS menyebutkan tahun 2011 kontribusi sektor pertanian terhadap PDB sebesar 14,70 persen. Sedangkan tahun 2013 kontribusinya menurun hingga 14,43 persen.

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Luthfi mengatakan musim hujan kali ini mempengaruhi sektor perikanan dan produksi hortikultura nasional, terutama cabai dan bawang merah. Akibat buruknya cuaca, terjadi kenaikaan harga ikan akibat sulitnya distribusi. "Pada kuartal lalu nelayan tidak bisa melaut untuk dapat ikan, oleh sebab itu terjadi kenaikan hara. Kami sedang berkomunikasi untuk perbaikan jalur distribusi," katanya.

Dalam rapat kerja nasional kemarin, stabilisasi harga barang dan kebutuhan pokok menjadi isu penting yang dikemukan Kemendag. Lebih rinci lagi, harga barang kebutuhan pokok dipengaruhi oleh biaya distribusi di dalam negeri yang masih tinggi dan panjangnya mata rantai pasok. Selain itu terungkap pula perihal terbatasnya kapasitas bongkar/muat pelabuhan di beberapa daerah yang menciptakan disparitas harga antar daerah.

Disamping itu, beberapa faktor eksternal juga masih mempengaruhi komoditi barang kebutuhan pokok, seperti kedelai, jagung, gandum dan bawang putih. Komoditi tersebut pasokannya dipengaruhi kondisi harga, supply-demand di pasar nasional dan nilai tukar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement