REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyatakan tahun ini ada potensi kenaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Hal tersebut didorong oleh ekonomi global yang belum membaik dan masih tingginya suku bunga acuan.
Tingginya NPL tidak hanya terjadi pada bank umum, tetapi juga Bank Pembangunan Daerah (BPD). "Potensi BPD sejalan dengan perbankan nasional. NPL-nya naik," kata Vice President Pefindo Hendro Utomo, Kamis (13/3).
Sejumlah BPD berpotensi mengalami pelemahan kualitas aset yang ditandai dengan naiknya NPL. Per Desember, NPL perbankan nasional cukup terjaga di bawah dua persen. Tahun ini, NPL berpotensi meningkat di atas dua persen.
NPL bank milik pemerintah daerah (pemda) memang lebih tinggi dibandingkan NPL secara nasional. Hal ini didorong oleh penyaluran kredit yang lebih banyak ke sektor produktif. "Tahun lalu bisa dijaga di 2,3 persen. tahun ini meningkat menjadi 2,81 persen," kata Hendro.
Meskipun demikian, BPD memiliki nilai tambah dalam penyaluran kredit dan menjaga NPL. Sebagian besar kredit BPD disalurkan kepada pegawai negeri sipil (PNS). Sehingga rasio kredit bermasalahnya relatif aman karena cicilan kredit debitur dapat langsung dipotong dari gaji PNS.
Tantangan BPD ke depan adalah masalah permodalan. Meningkatkan permodalan dapat dilakukan dengan cara melepas sebagian saham ke publik (IPO). Namun, ini bukanlah pekerjaan mudah bagi BPD. Pasalnya BPD harus melalui jalur yang lebih rumit untuk memperoleh persetujuan atas aksi korporasi tersebut dibandingkan bank umum yang jumlah pemegang sahamnya lebih sedikit.
Sejauh ini, baru ada dua BPD yang telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu PT Bank Pembangunan Daerah Jabar Banten Tbk (BJBR) dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (BJTM). Tahun lalu, PT Bank DKI disebut-sebut akan melepas sahamnya ke publik. Namun sampai saat ini, belum ada kelanjutan dar aksi korporasi tersebut.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), aset BPD per akhir Desember 2013 mencapai Rp 419,08 triliun. Nilai ini tumbuh 14,2 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya. Dana pihak ketia (DPK) yang berhasil dihimpun tumbuh 3,29 persen menjadi Rp 287,7 triliun. Sedangkan kredit yang disalurkan mencapai Rp 265,25 triliun atau tumbuh 21 persen.