REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akhirnya menutup kran APBN untuk memenuhi pembangunan kilang. Sejatinya pembangunan kilang dilakukan oleh pemerintah, seperti mekanisme pembangunan jembatan, jalan raya, dan infrastruktur lainnya di negeri ini.
Direktur Eksekutif Center for Energy and Strategic Resources Indonesia (CESRI) Prima Mulyasari Agustini mengatakan, keengganan pemerintah pada investasi pembangunan kilang berdampak pada dua hal.
Pertama, jika pembangunan kilang diserahkan pada swasta, ini menjadi masalah yang sulit, karena swasta akan memandang kilang sebagai kapital yang harus bisa mendapatkan profit. Sementara, biaya pembangunan sebuah kilang mencapai Rp 90 triliun. "Ini bukanlah angka yang kecil," kata Prima di Jakarta, Senin (10/2).
Satu-satunya pihak yang bisa berinvestasi tanpa memikirkan profit, kata dia, adalah negara. Oleh karena itu, pemerintah harus berupaya membangun kilang secara mandiri.
Dampak kedua, jelas Prima, impor BBM tetap akan tinggi atau bahkan bisa makin tinggi. Impor BBM saat ini tergolong tinggi, mencapai 600 ribu barel per hari.
Prima menuturkan, Indonesia membutuhkan sedikitnya dua kilang pengolahan. Ini berdasarkan jumlah impor BBM sebesar 600 ribu barel per hari.
Satu kilang bisa mengolah 300 ribu barel per hari dengan investasi Rp 90 triliun. Investasi dua kilang, jelas Prima, butuh Rp 180 triliun.
Pembangunan kilang bukan hanya transaksional secara ekonomi saja, yang berbicara investasi, keuntungan finansial, dan pemenuhan kebutuhan BBM. "Namun, ini juga menyangkut harga diri bangsa dan ketahanan energi nasional," kata Prima.