REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar global untuk kakao terbuka luas. Saat ini konsumsi kakao dunia mencapai 4 juta ton per tahun. Kontribusi Indonesia dalam memasok bahan baku kakao mencapai 460 ribu ton per tahun.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AEKI) Sindra Wijata mengatakan permintaan kakao dunia tumbuh sebesar 2 -4 persen atau atau 80 ribu ton hingga 160 ribu ton setiap tahun. Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan peluang ini mengingat hampir seluruh daerah di Indonesia mampu mengahasilkan kakao. Sebanyak 19 pabrik kakao di Indonesia diharapkan bisa menggunakan kesempatan ini dengan baik.
"Ini peluang yang bagus apalagi negara produsen lain seperti Pantai Gading dan Ghana kondisinya kurang menguntungkan karena ada perang," katanya Kamis (20/2).
Dari segi harga, komoditas kakao cenderung stabil pada kisaran 1600 dolar AS per ton. Saat ini harga kakao sedang tinggi mencapai 2967 dolar AS per ton. Pada saat krisis harga kakao bisa menyentuh 3000 dollar AS per ton.
Pengusaha menurutnya membutuhkan dukungan untuk meningkatkan daya saing kakao dalam hal mutu, efisiensi proses dan pemasaran. Akibat mutunya yang rendah, total kerugian ekspor biji kako Indonesia ke Amerika Serikat misalnya mencapai 288 dollar AS per ton.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan pengembangan kakao mendapatkan tantangan dari segi tarif dan non tarif. Untuk itu pemerintah melakukan proteksi dengan memberlakukan bea keluar untuk ekspor bahan baku. Kini banyak yang memilih menjalankan investasinya di Indonesia.
Cara ini menurutnya perlu dilakukan mengingat industri pengolahan kakao dalam negeri masih dalam tahap membangun. Walaupun impor bahan baku diperkirakan meningkat menurutnya tidak apa-apa sepanjang untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. "Daripada yang kita impor coklatnya (produk jadi)," ujar dia.