Kamis 20 Feb 2014 12:45 WIB

BPJS Kesehatan Jaga 'Cashflow' Rumah Sakit

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Sejumlah pasien menjalani perawatan di Rumah Sakit.  (ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Sejumlah pasien menjalani perawatan di Rumah Sakit. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari pendapatan iuran peserta sebesar Rp 2,570 triliun (per 31 Januari 2014), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sampai dengan 19 Februari 2014, biaya pelayanan kesehatan yang direalisasikan untuk pembayaran kapitasi fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama Januari 2014 Rp 645,178 miliar dan Februari Rp 395,207 miliar. 

Secara nasional, sudah ada 953 rumah sakit (RS) atau faskes lanjutan dari 1.750 RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang telah mengajukan klaim. "Dan sedang kita lakukan verfikasi," ujar Direktur Hukum Komunikasi dan HAL BPJS Kesehatan Purnawarman Basundoro dalam temu pers di Media Center kantor pusat BPJS Kesehatan, Kamis (20/2).

Verifikasi dilakukan selama 15 hari untuk kemudian klaim dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Apabila melebihi 15 hari dan BPJS Kesehatan belum membayarkan, institusi transformasi dari PT Askes (Persero) ini akan terkena denda 1 persen dari klaim yang masuk. 

Berdasarkan data yang ada, baru enam rumah sakit yang telah selesai diverifikasi klaim dan telah dibayarkan oleh BPJS Kesehatan yaitu RS Medistra, RS Angkatan Darat Kabupaten Bone, RS Muara Dua, RS Metro, RS Harapan Bunda, RS AMC Metro.  Meskipun begitu, Purnawarman mengaku belum memiliki detil besaran klaim yang telah dibayarkan. "Nanti akan kami sampaikan," kata Purnawarman. 

Dari sisi pendanaan, BPJS Kesehatan, ujar Purnawarman, berkomitmen membantu cashflow RS. "Kita sudah menerbitkan kebijakan, kalau klaim sudah masuk, kita akan berikan uang muka 50 persen dari klaim yang masuk. Ini dalam rangka kita memahami dan membantu faskes lanjutan yang mengalami kesulitan likuiditas," ujar Purnawarman. 

Ketua I Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada) Kusmedi Priharto menambahkan, terdapat sekitar 1.300 RSUD yang diwajibkan memberikan pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurut Kusmedi, Arsada telah mengirimkan surat ke RS di daerah untuk sesegera mungkin melakukan penagihan. Terlebih dengan adanya JKN, pasien di RS sebanyak 60-80 persen adalah pasien JKN.

"Kalau tidak cepat menagih, tidak ada uang segar untuk operasional. Artinya, cashflow RS terganggu," ujar Kusmedi. 

Kusmedi yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan DKI Jakarta ini menyambut baik kebijakan BPJS Kesehatan yang berkomitmen membayar 50 persen ketika klaim masuk. Meskipun begitu, Kusmedi menggarisbawahi aspek verifikasi ditilik dari kapasitas rumah sakit. Misalnya di RSUD Tarakan, tagihan yang masuk tercatat Rp 11,576 miliar. 

"Dengan angka segitu, pasiennya banyak sekali sehingga verifikasi pun makan waktu. Sekarang kita sudah mulai bicara dengan BPJS untuk mempercepat software verificator untuk mempercepat verifikasi," kata Kusmedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement