REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pelaku kegiatan dunia usaha memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2013 akan kembali membaik. Indikasi perbaikan ekonomi sejalan dengan survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia (BI).
Survei menunjukan keyakinan sebagian besar responden terhadap situasi bisnis pada enam bulan mendatang yang tetap baik. Optimisme pertumbuhan ekonomi terlihat dari saldo bersih tertimbang (SBT) pada triwulan I-2014 yang sebesar 18,04 persen, jauh lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu yakni sebesar 5,1 persen.
Dengan tingkat SBT tersebut, BI memperkirakan kegiatan usaha pada triwulan I-2014 ekspansif dan mengalami percepatan. "Kegiatan usaha akan lebih baik sejalan dengan peningkatan permintaan domestik menjelang pemilihan umum," ujar BI dalam survei tersebut.
Peningkatan aktivitas bisnis ini terjadi pada seluruh sektor antara lain perkebunan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik dan gas, konstruksi, hingga jasa. Sebagian besar responden, 55,10 persen, memperkirakan, situasi bisnis pada enam bulan ke depan tidak berubah. Sebanyak 41,80 persen menyatakan situasi bisnis akan lebih baik.
Sejalan dengan ekspektasi peningkatan kegiatan usaha, penyerapan tenaga kerja diperkirakan meningkat. Penggunaan pegawai baru diperkirakan naik yang terlihat dari SBT sebesar 7,18 persen.
Bandingkan dengan kuartal I-2013 yang sebesar -1,25 persen. Penyerapan tenaga kerja tertinggi berasal dari sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan.
Kendati begitu, ekonomi akan mengalami tantangan dari kenaikan harga barang dan jasa. Hal ini dipicu oleh pelemahan nilai tukar rupiah.
Responden memperkirakan pelemahan nilai tukar menyebabkan peningkatan harga bahan baku dan biaya operasional pada triwulan I-2014. Dengan demikian, responden dari dunia usaha memperkirakan inflasi tahun ini sekitar 6,86 persen. Ekspektasi ini lebih tinggi dibandingkan dengan sasaran Bank Indonesia pada kisaran 3,5-5,5 persen.
Kepala ekonom dari Standard Chartered Fauzi Ichsan mengatakan tingginya laju pertumbuhan ekonomi ini dapat berdampak pada peningkatan impor. Apabila impor meningkat maka akan menekan neraca perdagangan. Di sisi lain, ekspor dinilai masih belum tumbuh kencang.
Alasannya adalah harga komoditas belum bergerak naik di pasar global. Kondisi ini tentu akan berdampak negatif terhadap upaya perbaikan defisit transaksi berjalan.
"Kalau mau perbaikan ya impor ditekan," ujarnya. Agar defisit transaksi berjalan dapat ditekan, ekonomi nasional tetap harus diperlambat pertumbuhannya.