Jumat 24 Jan 2014 01:46 WIB

Saran Pengamat untuk Pemerintah Terkait Antisipasi Gagal Panen

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Julkifli Marbun
Petani membawa bibit padi untuk ditanam di persawahan.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Petani membawa bibit padi untuk ditanam di persawahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi iklim ekstrem yang berujung pada masifnya potensi gagal panen di sejumlah daerah di Tanah Air sebenarnya dapat disiasati melalui asuransi pertanian.

Pengamat pertanian Khudori menjelaskan, asuransi yang termaktub dalam UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani harusnya dapat diimplementasi sekarang.

"Tapi sepertinya Peraturan Pemerintah-nya pun belum keluar.  Anggarannya juga belum ada.  Padahal itu yang dibutuhkan," kata Khudori kepada Republika, Kamis (23/1).

Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, meyakinkan publik bahwa pemerintah bersungguh-sungguh memikirkan nasib petani yang terkena imbas iklim ekstrem.

Salah satu bentuknya adalah ketersediaan dana cadangan pangan senilai Rp 2 triliun yang akan digunakan untuk memberikan bantuan berupa benih dan pupuk.

Oleh sebab itu, Hatta menyebut Kementerian Pertanian tengah melakukan pendataan terhadap potensi gagal pangan, khususnya untuk komoditas beras.

"Sehingga tahu, benih dan pupuk yang dibutuhkan," ujar Hatta kemarin. Khudori menambahkan, penggantian gagal panen yang dialami petani haruslah setimpal.

Pemberian bantuan lain seperti benih dan pupuk tentu sangat ditunggu oleh petani.

Hal ini, kata Khudori, penting untuk menghindarkan petani dari kerugian yang lebih besar di masa yang akan datang.

"Semua ini langkah-langkah untuk jangka pendek," ujar Khudori.

Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) ini menambahkan, untuk jangka panjang, edukasi kepada petani adalah suatu keniscayaan.  Terlebih, anomali cuaca seolah telah menjadi realita sehari-hari.

"Petani harus diajari meminimalisasi itu," kata Khudori.

Sebagai contoh, di musim penghujan, petani harus diajarkan menanam varietas tanaman yang tahan genangan.

Selain itu, informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika seputar prediksi cuaca sepanjang tiga bulan, harus disampaikan kepada petani.

Melalui dinas-dinas pertanian di kota/kabupaten. "Bagaimana menerjemahkan prediksi itu menjadi pola tanam. Itu gak instan dan butuh waktu," kata Khudori.

Upaya-upaya lain seperti perbaikan irigasi dan membuat tangkapan air di hulu juga harus ditingkatkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement