Rabu 08 Jan 2014 14:55 WIB

Libya Ubah Sistem Ekonomi Menjadi Syariah

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Libya
Bendera Libya

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Kabar gembira datang dari Libya bagi pelaku industri syariah global. Pemerintah Libya menyatakan akan sepenuhnya mengaplikasikan sistem ekonomi dan perbankan dari konvensional menjadi syariah.

Namun baik menteri ekonomi maupun pejabat Libya, Senin (6/1), saat ini hanya bisa memberikan sedikit rincian tentang bagaimana rencana tersebut akan dilaksanakan. Dibawah pemerintahan Muhammar Khaddafi, yang digulingkan tahun 2011, perbankan syariah sama sekali tak didorong. Sementara empat bank milik negara sama sekali tak berkembang dinegara anggota OPEC itu.

Namun saat ini, pemerintahan Perdana Menteri Ali Zeidan menyatakan ingin menarik investasi asing dan mengembangkan sektor non migas mereka. Meskipun negara dalam kondisi terpecah belah dimana sebagian wilayah dikuasai milisi bersenjata. Niat Ali Zeidan mengembangkan perekonomian syariah juga didukung Majelis Umum Nasional (GNC) Libya.

Menteri Ekonomi Mustafa Abu Fanas menyatakan saat ini sedang mempelajari bagaimana cara terbaik menerapkan hukum syariah dalam perekonomian. Ia mengatakan, di sela-sela konferensi untuk memperkenalkan hukum Islam, bahwa semua itu masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Khususnya bagaimana Libya aka bertransformasi menjadi negara yang menggunakan ekonomi berbasis syariah. ''Saya tak bisa memberikan tanggal yang pas,'' tutur Fanas, Senin (6/1).

Ketika ditanya soal bank yang menjalankan model bisnis konvensional, ia menegaskan kalau para peneliti mengatakan proses transformasi akan membutuhkan waktu. Namun rencana jangka panjang adalah menjalankan aturan syariah sebagai fondasi ekonomi yang kuat.

Beberapa pejabat perbankan, teknokrat dan kaum liberal khawatir proses transformasi yang tergesa-gesa ini bisa berpengaruh pada gejolak politik. Apalagi sering kali milisi menggunakan senjata untuk mengepung kementerian atau fasilitas minyak untuk menekan pemerintah. Namun Fanas menyatakan wakil rakyat di GNC telah memberikan tenggat waktu kepada pemerintah melarang penggunaan bunga. Rencana aturan tersebut mulai dijalankan awal 2015.

Satu hal yang menjadi masalah menurut dia karena selama ini Libya terlalu bergantung sektor minyak mentah. Oleh karenanya negara ingin berkembang dalam hal investasi. Terlebih di sektor infrastruktur, termasuk pembangunan rumah sakit dan universitas.

Wakil Kepala GNC, Salah Makhzoum mengatakan dalam konferensi pers bahwa Libya akan ikut dalam arus tren internasional. Dimana banyak negara mulai beralih ke hukum Islam setelah terguncang krisis perbankan Amerika Serikat dan Eropa. ''Dunia sedang bergerak menuju ekonomi Islam,'' ujar dia.

Saat ini Libya memiliki 16 bank konvensional yang sebagian besar minim hubungan dengan industri perbankan asing. Melalui hukum syariah, maka perbankan dilarang berinvestasi di sebuah badan yang penuh spekulasi. Begitu juga perusahaan yang memproduksi minuman beralkohol dan pornografi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement