Rabu 08 Jan 2014 07:55 WIB

Harga Minyak Naik karena Cuaca Sangat Dingin di AS

Harga minyak dunia melonjak (ilustrasi)
Harga minyak dunia melonjak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia berbalik naik pada Selasa (Rabu pagi WIB), karena cuaca sangat dingin di Amerika Serikat akan meningkatkan permintaan untuk bahan bakar pemanas, kata para analis.

Kontrak utama minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate untuk pengiriman Februari, naik 24 sen menjadi ditutup pada 93,67 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Minyak mentah Brent North Sea naik 92 sen menjadi menetap di 107,65 dolar AS per barel pada akhir perdagangan di London.

Kedua kontrak ditutup lebih rendah pada Senin (6/1), karena ladang minyak Libya meningkatkan produksinya, setelah pemerintah meyakinkan warga untuk membuka blokade yang telah berlangsung selama lima bulan.

Desmond Chua, analis pasar di CMC Markets di Singapura, mengatakan cuaca dingin di Amerika Serikat telah mendukung permintaan untuk bahan bakar pemanas.

"Lebih banyak minyak sedang digunakan untuk pemanas dan kami melihat peningkatan dalam permintaan kebutuhan dasar," katanya kepada AFP.

Cuaca sangat dingin yang menusuk tulang telah menghentikan perjalanan udara, sekolah-sekolah ditutup dan memaksa orang-orang untuk tinggal di dalam rumah di Amerika Serikat dan Kanada, karena temperatur merosot ke posisi terendah yang tidak terlihat dalam dua dekade terakhir.

Comertown, Montana mencatat nilai terendah angin dingin sejauh ini di minus 63 Fahrenheit (minus 53 Celsius), sedangkan Dakota Utara, Dakota Selatan dan Minnesota tidak jauh lebih hangat.

Permintaan AS merupakan pendorong utama untuk harga minyak karena merupakan ekonomi terbesar dan negara konsumen minyak terbesar di dunia.

Namun harga cenderung berada di bawah tekanan lebih lama karena pasokan cukup dan ekspektasi stabilisasi permintaan, kata analis.

Produksi di ladang minyak Al-Sharara Libya naik menjadi 207.000 barel per hari pada Senin, naik dari 60.000 pada Sabtu (4/1), menurut seorang pejabat minyak Libya.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement