Selasa 07 Jan 2014 06:07 WIB

Dahlan: Bangun Kilang BBM Hemat Impor Rp 140 Triliun

Rep: irfan fitrat/ Red: Taufik Rachman
Suasana malam kilang minyak Balongan, Indramayu, Jawa Barat.
Foto: Antara/Paramayuda
Suasana malam kilang minyak Balongan, Indramayu, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Peserta Konvensi Calon Presiden (Capres) Partai Demokrat Dahlan Iskan mengusulkan pembangunan kilang minyak baru. Ia menilai pembangunan kilang Bahan Bakar Minyak (BBM) ini dapat menekan biaya impor.

Dahlan mengatakan, pembangunan kilang memang memakan biaya besar. Dengan membangun kilang minyak lengkap sebesar 300 ribu barel per hari dibutukan biaya sekitar Rp 80 triliun. Ia menilai, biaya tinggi itu menyebabkan investor tidak begitu tertarik untuk membangun kilang. "Karena itu untuk membangun kilang minyak harus diberi insentif," kata dia, saat temu media, di Sekretariat Komite Konvensi Capres Partai Demokrat, Jakarta, Senin (6/1).

Menurut Dahlan, pemerintah bisa memberikan insentif kepada para investor agar tertarik membangun kilang. Dari hitung-hitungannya, ia mengasumsikan, nilai insentif itu total sekitar Rp 14 triliun selama empat tahun untuk pembangunan dua kilang minyak. Dengan nilai tersebut, ia mengatakan, memang masih ada yang menilai sebagai pengeluaran besar. "Ini orang berpikir sayang kehilangan uang Rp 14 triliun," ujar dia.

Karena tidak ingin kehilangan Rp 14 triliun, Dahlan mengatakan, pembangunan kilang tidak akan terlaksana. Akibat tidak adanya kilang baru, menurut dia, negara harus mengimpor BBM dari luar untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Ia mengatakan, dalam empat tahun terakhir ini negara harus mengeluarkan biaya Rp 140 triliun untuk mengimpor BBM. Untuk itu, Dahlan mengusulkan lebih baik mengeluarkan dana Rp 14 triliun untuk membangun kilang minyak baru.

Tanpa adanya pembangunan kilang baru, Dahlan menilai, langkah impor tidak sulit untuk ditekan. Ia mengatakan, negara ini harus membangunan kilang baru, meski mengeluarkan biaya cukup tinggi. "Memang birokrasi tidak diajari ilmu dagang. Tapi perbedaan kehilangan Rp 140 triliun dibanding Rp 14 triliun itu tidak perlu memakai ilmu dagang, orang sudah tahu," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement