Rabu 01 Jan 2014 14:13 WIB

Penjualan Mitratel Rugikan Telkom

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
PT Telkom Indonesia
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
PT Telkom Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana penjualan anak usaha dinilai akan mengurangi posisi tawar PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Padahal Telkom mendapat peringkat AAA yang meudahkannya memperoleh pendanaan dari pasar finansial.

"Alasan penjualan anak usaha untuk mendapatkan tidaklah tepat. Nilai pasar Telkom hampir tujuh kali lipat perusahaan sejenis seperti PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG)," ujar kata koordinator Advokasi dan Investigasi Seknas FITRA Uchok Sky Khadafi di Jakarta, baru-baru ini.

Telkom berencana menjual anak usahanya yang bergerak di bidang penyediaan menara, PT Daya Mitra Telekomunikasi (Mitratel). Saat ini sudah ada sejumlah perusahaan terbuka yang tertarik pada anak usaha tersebut.

Rasio utang Telkom dinilai lebih baik dibandingkan perusahaan dengan bisnis serupa. Sehingga, jauh lebih mudah mendapatkan utang daripada perusahaan lain. Anak usaha Telkom, Mitratel, juga merupakan perusahaan yang sangat menguntungkan dengan margin laba bersih sekitar 20 persen.

Uchok berharap Telkom belajar dari Indosat yang telah menjual 4.500 menara ke TBIG. “Yang terjadi adalah Tower Bersama membukukan laba yang sangat besar dengan margin laba hampir 50 persen, sedangkan Indosat mencatat kerugian yang sangat besar karena meningkatnya biaya sewa menara,” katanya.

Anggota Komisi VI DPR RI, Atte Sugandi menyayangkan upaya penjualan anak usaha Telkom tersebut. Direksi dan komisaris diharapkan mempertimbangkan kembali keputusan tersebut. "Kalau kecenderungan dibeli perusahaan, bisa jadi melanggar UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” kata politisi Partai Demokrat ini.

Ketua Komisi VI DPR RI, Airlangga Hartarto mengatakan, nilai aset Mitratel saat ini mencapai Rp 7,44 triliun. Jika dioptimalkan melalui penawaran umum perdana saham, nilai asetnya bisa naik dua kali lipat menjadi Rp 15 triliun. Selain itu pemerintah juga masih akan memiliki saham sebesar 51 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement