Ahad 22 Dec 2013 11:44 WIB

BI Minta Bank Meningkatkan Cadangan Permodalan

Rep: Satya Festiani/ Red: Mansyur Faqih
Bank Indonesia
Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) meminta perbankan untuk meningkatkan cadangan permodalannya. Hal itu tercantum dalam revisi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Peraturan akan diterapkan pada 1 Januari 2014.

Direktur Departemen Komunikasi BI, Peter Jacobs, mengatakan perubahan aturan ini bertujuan untuk memperkuat aspek permodalan bank dari sisi kualitas mau pun kuantitas yang disesuaikan dengan standar internasional yang berlaku yaitu Basel III.

Terdapat tiga pokok utama perubahan aturan modal minimum bank umum dalam aturan tersebut. Pertama, komponen modal bank terdiri dari modal inti (tier 1) dan pelengkap (tier 2). Komponen modal inti (tier 1) terbagi dua yakni modal inti utama (common equity tier 1) dan modal inti tambahan (additional tier 1). 

Kedua, bank wajib menyediakan modal inti (tier 1) paling rendah sebesar enam persen dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Sebelumnya, modal inti terendah adalah lima persen. Untuk modal inti utama (common equity tier 1), paling rendah ditetapkan sebesar 4,5 persen dari ATMR, baik secara individual mau pun konsolidasi dengan perusahaan anak. 

Ketiga, peraturan tersebut mewajibkan bank yang tergolong Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan BUKU 4 untuk membentuk Capital Conservation Buffer. Yaitu tambahan modal sebesar 2,5 persen dari ATMR. Ini berfungsi sebagai penyangga apabila terjadi kerugian pada periode krisis.

Pemberlakuannya bertahap mulai dari 2016 minimal sebesar 0,625 persen. Pada 2017 sebesar 1,25 persen dan 2018 sebesar 1,875 persen. Pada 2019, tambahan modal harus mencapai 2,5 persen.

"Bank juga diwajibkan untuk membentuk countercyclical buffer, yaitu tambahan modal yang persentasenya ditetapkan oleh otoritas dalam kisaran sebesar nol persen sampai dengan 2,5 persen dari ATMR," ujar Peter. 

Tambahan modal ini digunakan untuk mengantisipasi kerugian jika terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan dan berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.

Bank yang tergolong Domestic Systemically Important Bank (D-SIB) wajib membentuk capital surcharge. Ini adalah tambahan modal yang persentasenya ditetapkan oleh otoritas dalam kisaran sebesar satu persen sampai dengan 2,5 persen dari ATMR.

Fungsinya, untuk mengurangi dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan dan perekonomian jika terjadi kegagalan pada D-SIB. Conservation buffer, countercyclical buffer dan capital surcharge D-SIB diterapkan bertahap hingga 2016.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement