REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) menilai syarat utama menghadapi pasar terbuka adalah memiliki daya saing. Hal itu, bisa diperoleh dengan memaksimalkan utilisasi kapasitas dari industri besi dan baja.
Ketua Panitia Munas IISIA Setiawan Surakusumah mengatakan, harus ada kebijakan pemerintah untuk mendorong pemakaian besi dan baja Indonesia pada proyek dalam negeri. ''Ini akan meningkatkan utilisasi dan memberikan cost efficiency yang akhirnya meningkatkan daya saing, setidaknya di kawasan ASEAN,'' kata dia pada Munas IISIA kedua, Kamis (12/12).
Setiawan menginformasikan, pada 2012 permintaan baja di tingkat nasional hampir 13 juta ton per tahun. Artinya, rata-rata konsumsi baja nasional 40 kilogram perkapita per tahun. Tingkat konsumsi tersebut masih sangat jauh jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi baja di negara-negara maju, yang rata-rata mencapai 600 kg perkapita pertahun.
Menurut dia, asosiasi memproyeksikan konsumsi baja nasional akan meningkat menjadi 100 kg perkapita pertahun pada 2020 nanti. Jika dihitung berdasarkan junlah penduduk Indonesia 250 juta jiwa, maka total konsumsi baja nasional pada 2020 bisa mencapai 25 juta ton per tahun.
''Besi dan baja merupakan industri dengan skala ekonomis yang cukup besar. Jika tiap ton baja investasinya di kisaran 400 dolar AS, maka per satu juta ton baja, investasinya mencapai Rp 4-5 triliun,'' jelas Setiawan.
Sedangkan, lanjut dia, kapasitas produksi besi dan baja dalam negeri saat ini, masih sekitar 7,2 juta ton pertahun sehingga belum mampu mencukupi kebutuhan nasional. IISIA mendorong pemerintah untuk ikut mendukung penguatan sektor industri besi dan baja.