REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengeluarkan aturan mengenai petunjuk pendirian Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). Lembaga ini didesain untuk memberikan informasi mengenai perkreditan nasabah. Data ini akan menjadi gambaran bagi lembaga keuangan baik bank maupun nonbank untuk memberikan kredit kepada debitur.
Pengamat menilai biro kredit belum diperlukan di Indonesia. Ekonom PT Bank Internasional Indonesia, Tbk (BII), Juniman, mengatakan efektifitas lembaga baru masih dipertanyakan. Ia menilai pengawasan kredit sudah cukup dilakukan oleh masing-masing bank melalui risk management dan BI melalui badan pengawasan perbankan.
"Yang sudah ada selama ini kalau dioptimalkan tidak usah ada badan baru. Kalau ada akan tumpang tindih dan akan menimbulkan birokrasi yang panjang," ujar Juniman, Rabu (11/12).
Juniman mengatakan pendirian biro kredit belum mendesak. Badan lama sudah cukup jika dioptimalkan dan konsisten dalam melakukan pekerjaannya. Namun jika badan itu sudah terbentuk, ia berharap badan tersebut lebih independen dan tidak ada intervensi dari pihak luar lembagaa.
Dalam Surat edaran BI (SEBI) tentang LPIP tersebut, BI membatasi kepemilikan asing dalam industri hanya sebesar 20 persen. Juniman mengatakan tujuan BI sebenarnya ingin mengurangi dominasi perbankan asing. Menurutnya, selama ini akses perkreditan hanya bisa diakses oleh bank besar dan bank asing. Dengan adanya aturan tersebut, bank-bank kecil akan memiliki akses pada data perkreditan.
"Tapi yang paling penting lembaga informasi ini kalau bisa up to date datanya. Kekinian data itu harus diperhatikan BI. Jangan sampai pengelola informasi perkreditan menyajikan info yang kurang up to date," ujar dia.
Assistant Vice President PT ICRA Indonesia, Kreshna Armand, mengatakan bank sebenarnya bisa bergantung pada analisnya sendiri. "Pihak luar mungkin hanya complementary aja. Kalau hanya complementary, mungkin tidak akan signifikan terhadap penurunan overhead costnya," ujar dia.
Selain itu, BI juga telah memiliki Sistem Informasi Debitur (SID). Namun, ia mengatakan peluang bisnisnya cukup besar karena industri tersebut belum ada sebelumnya.
Mengenai kepemilikan asing dalam LPIP, Ekonom PT Bank Negara Indonesia, Tbk, Ryan Kiryanto, mengatakan asing masih diperlukan dalam biro kredit. Menurutnya, asing memiliki keunggulan, diantaranya dalam kompetensi SDM, pengalaman, dan kapital atau modal. "Dengan ini bank-bank punya opsi untuk cari data dan referensi terkait calon debiturnya agar kucuran kreditnya tetap lancar," ujar dia.