REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuwait Petroleum Corporation (KPC) membatalkan rencana pembangunan kilang berkapasitas 300.000 barel minyak mentah per hari senilai Rp90 triliun di Indonesia.
Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina M Afdal Bahaudin di Jakarta, Selasa (10/12) mengatakan, sudah menyampaikan penolakan pemerintah untuk memberikan insentif fiskal ke KPC.
"Kami sudah sampaikan secara resmi ke KPC bahwa pemerintah tidak bisa memberikan insentif yang diminta. Mereka (KPC) bilang no hope (tidak ada harapan) ," katanya.
Pemerintah tidak bisa memberikan insentif fiskal yang diminta KPC karena dinilai terlalu berlebihan. KPC antara lain meminta pembebasan pajak penghasilan (PPh) atau "tax holiday" selama 30 tahun dan selanjutnya lima persen, padahal PPh badan lainnya dikenakan 20 persen.
Perusahaan Kuwait itu juga meminta keringanan pajak lainnya seperti pajak daerah dan bea masuk.
KPC sebenarnya sudah menyelesaikan studi kelayakan pembangunan kilang di Indonesia. Hasil studi kelayakan antara lain permintaan sejumlah insentif agar kilang ekonomis. Hanya saja, emerintah menolak memberikan insentif yang diminta karena dinilai berlebihan.
Afdal juga mengatakan saat ini, investor kilang lainnya, Saudi Aramco Asia Company Limited masih melakukan studi kelayakan. "Targetnya selesai awal 2014," katanya. Seperti KPC, kilang Aramco direncanakan berkapasitas 300.000 barel per hari.
Belum diketahui pakah perusahaan Arab Saudi itu akan mengajukan insentif yang sama dengan KPC atau tidak. Pembangunan kedua kilang diharapkan mengurangi impor BBM yang terus meningkat. Saat ini, Pertamina mengelola tujuh kilang yang mengolah sekitar 1,1 juta barel minyak mentah per hari.
Ketujuh kilang tersebut adalah Dumai, Riau 170.000 barel per hari, Plaju, Sumsel 118.000 barel, Cilacap, Jateng 348.000 barel, Balikpapan, Kaltim 260.000 barel, Balongan, Jabar 125.000 barel, Tuban, Jatim 80.000 barel, dan Kasim, Papua Barat 10.000 barel.