Selasa 10 Dec 2013 16:57 WIB

Duh, Izin Pengelolaan Sumber Daya Alam Diperjualbelikan

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Ladang Migas
Ladang Migas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menuju desentralistik telah melenceng dari tujuan awal. Salah satu aspek yang dikritisi oleh Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung adalah mudahnya izin-izin terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA) dikeluarkan bupati/walikota. 

"Izin-izin yang dikeluarkan tidak melihat kepentingan nasional. Izin cenderung diumbar hingga diperjualbelikan.  Ini menjadi masalah," ujar Chairul dalam acara Kongres Kebangsaan di Hotel Bidakara, Selasa (10/12).

Secara khusus, Chairul menyoroti izin penggalian mineral di daerah. "Izinnya sudah habis di negara ini. Satu lokasi bahkan bisa dua sampai tiga izin. Ini adalah sebuah keniscayaan dan perlu mendapat perhatian kita," kata Chairul.  Pemilik Para Group ini pun menyoroti kesulitan berinvestasi yang dialami swasta, badan usaha milik negara (BUMN) hingga investor asing.

Para investor, lanjut pria yang akrab disapa CT ini, tidak memiliki kepastian dalam berinvestasi (uncertainty).  Akan tetapi, besarnya pasar domestik mampu menutupi ketidakpastian tersebut.  "Walau ada problem seperti high cost economy (ekonomi biaya tinggi), investasi masih masuk," kata Chairul.

Lebih lanjut, Chairul menjelaskan, minimnya SDA seperti minyak bumi saat dibutuhkan seperti sekarang ini.  Hal tersebut tak terlepas dari kesalahan di masa 'bonanza minyak' medio 1970-1980an.  Masifnya pendapatan yang diperoleh, tidak digunakan untuk investasi dalam menjaga atau bahkan meningkatkan produksi minyak. 

"Akhirnya, impor kita besar sehingga kita keluar dari OPEC. Sekarang kita menjadi net importir mengingat kebutuhan sekitar 1,4 juta barel per hari, sedangkan produksi dalam negeri di bawah 900 ribu barel per hari. Tiap tahun, ini akan semakin besar dan semakin lama semakin besar," papar Chairul. 

Chairul juga menyinggung keberadaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masih berorientasi proyek. "Dan sayangnya lagi, DPR ikut enjoy dengan sistem proyek.  Inilah potret APBN kita dan harus jadi koreksi," ujar Chairul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement