Selasa 10 Dec 2013 15:51 WIB

India Tertarik Konsep Desa Mandiri Pangan di Indonesia

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Petani membawa bibit padi untuk ditanam di persawahan.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Petani membawa bibit padi untuk ditanam di persawahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Geliat India untuk memaksimalkan sektor pertanian makin terlihat. Setelah memperjuangkan aspirasinya di forum World Trade Organization (WTO), India dikatakan tengah mendekati Indonesia dalam rangka mempelajari program Desa Mandiri Pangan (Village Food Resilience Programme/DMP) yang dibesut Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia.

Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tjuk Eko Hari Basuki mengatakan India sudah berkali-kali menyatakan ingin mereplika program ini. Kondisi masyarakat pedesaan di Indonesia dinilai mirip dengan di negara asal bintang Bollywood Shahrukh Khan.

"India ingin sekali menggunakan program ini untuk merevitalisasi 100 desa disana. Kalau tidak salah, Maret atau April mereka akan  kesini," katanya saat Konfrensi Pers Penghargaan AGFUND (Arab Gulf Programme for Development) Award di Kantor Kementan, Selasa (10/12).

Namun masih perlu dicari  pendekatan yang pas agar program ini bisa efektif diterapkan di India. Dari sisi budaya, kompetensi masyarakat dan potensi daerah yang berbeda membutuhkan penanganan yang berbeda pula.

Pada prinsipnya, program ini mendorong agar masyarakat desa memenuhi pangannya secara mandiri sesuai dengan potensi wilayahnya. Masyarakat tidak dibatasi untuk menanam komoditas apapun, selama dapat memberi manfaat secara ekonomi. Selanjutnya DMP akan mulai dikonsentrasikan di daerah-daerah perbatasan dan desa kepulauan yang memang jauh serta memerlukan pembangunan.

Dua desa yang dijadikan proyek percontohan, yaitu Desa Madukoro di Propinsi Jawa Tengah dan Desa Munthuk di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah menunjukkan perkembangan yang signifikan. Tjuk mengatakan pemilihan dua desa ini karena dirasa cocok dengan konsep pendanaan secara mandiri.

DMP dalam realisasinya juga mendorong daerah untuk mengelola sumber pendanaan  pangan sendiri, tanpa harus bergantung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Caranya bisa dengan membentuk koperasi, atau instrumen lain yang disepakati bersama dengan bimbingan dari para penyuluh. "Inilah embrio kita dari social capital menjadi financial capital," katanya.

Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, Ahmad Suryana mengatakan program ini tidak ada hubungannya dengan program lain, seperti asuransi pertanian dan bank pertanian seperti yang tertera dalam Undang-undang Pangan. Saat ini lembaga keuangan yang ada murni merupakan bentukan yang disepakati masyarakat. "Karena apabila kita jadikan lembaga keuangan formal, maka landasannya harus mengikuti aturan lembaga keuangan formal yang kemungkinan susah diikuti masyarakat," ujarnya.

Konsep yang diterapkan dalam hal ini, dimana semua rumah tangga yang ada bisa menjadi anggota lembaga keuangan tersebut. Perkara teknis seperti pinjaman, pengembalian pinjaman juga tergantung kesepakatan bersama. Namun masyarakat tetap diberikan pendampingan penuh termasuk dalam hal perbankan pada empat tahun pertama.

Program DMP dimulai pada tahun 2006 dengan memilih desa dengan penduduk miskin lebih dari 30 persen. Desa tersebut kemudain disokong dengan bantuan sosial sebesar Rp 100 juta untuk melakukan berbagai kegiatan guna menciptakan ketahanan pangan sendiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Masyarakat desa lalu dibentuk menjadi kelompok-kelopok yang terafiliasi, lalu diberikan pendampingan mengenai pengelolaan pangan di desa. Saat ini sekitar 70 ribu desa telah diikutkan dalam program ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement