Jumat 06 Dec 2013 09:53 WIB

WTO dan Negara Maju Sebarkan Paham Antisubsidi

Para aktivis berunjuk rasa memprotes pertemuan Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Denpasar, Bali, Selasa (3/12).   (AP/ Firdia Lisnawati)
Para aktivis berunjuk rasa memprotes pertemuan Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Denpasar, Bali, Selasa (3/12). (AP/ Firdia Lisnawati)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengkritik Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat yang menyebarkan paham antisubsidi dalam sektor perikanan secara global.

"WTO bersama dengan negara maju beranggapan bahwa subsidi dalam sektor perikanan akan mengganggu akses pasar dalam perdagangan internasional," kata Sekjen Kiara Abdul Halim dalam keterangan tertulis yang diterima ROL di Jakarta, Jumat (6/12).

Menurut Abdul Halim, kebijakan WTO dan negara maju tersebut berdasarkan pemikiran bahwa kebijakan subsidi bagi nelayan dan petambak serta produksi produk perikanan dinilai akan menghambat perdagangan bebas. Subsidi perikanan, ujar dia, termasuk antara lain bantuan langsung materi untuk pembelian kapal, alat tangkap, modal usaha, pinjaman kredit, serta program preferensi pajak dan asuransi.

Bantuan subsidi lainnya, lanjutnya, bisa juga berupa pengembangan infrastruktur pelabuhan perikanan, subsidi harga dan pemasaran, serta subsidi program konservasi dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

Sebelumnya Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Gellwynn Jusuf mengingatkan Indonesia jangan sampai terjebak dalam persoalan subsidi perikanan sehingga tidak bisa memberikan bantuan bagi nelayan kecil. "Masih banyak negara yang tertutup terkait dengan subsidi perikanan yang mereka berikan," kata Gellwynn Jusuf ketika ditemui di sela-sela pertemuan WTO di Nusa Dua, Rabu (4/12).

Menurut Gellwynn, sebaiknya permasalahan subsidi perikanan tidak dibahas dalam WTO karena masih beragamnya definisi tentang nelayan kecil yang menjadi subjek bagi pemberian subsidi perikanan. Untuk itu, ia menyebutkan bahwa ajang yang lebih pantas dalam menentukan definisi nelayan kecil adalah dalam pertemuan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan bukan dalam ajang WTO.

Apalagi, ungkap Gellwynn, di dalam negeri sendiri masih terjadi perdebatan terkait definisi nelayan kecil padahal hal tersebut perlu segera ditentukan antara lain dalam mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pembudidaya Kecil dan Nelayan Kecil. Menurut dia, pentingnya Indonesia jangan sampai terjebak permasalahan definisi nelayan kecil agar jangan sampai Indonesia di masa mendatang tidak bisa memberikan lagi subsidi atau bantuan sosial kepada nelayan kecil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement