REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) mengungkapkan, merger anak perusahaan, PT Pertagas, dengan PT PGN Tbk akan memperkuat bisnis BUMN migas tersebut ke depan. Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir di Jakarta, Kamis (28/11) mengatakan, Pertamina memiliki fundamental bisnis gas yang lebih kuat dibandingkan PGN. "Jadi, sebaiknya PGN yang berada di bawah Pertamina," katanya.
Menurut dia, Pertamina memiliki keuntungan sumber pasokan gas dibandingkan PGN, sehingga menjanjikan potensi bisnis yang lebih baik ke depan. Pertamina, lanjutnya, menyerahkan semua keputusan merger kepada pemegang saham. "Kami sudah tuntaskan kajian detail merger Pertagas-PGN dan sudah diserahkan kepada pemegang saham pada akhir 2012," kata Ali.
Menteri BUMN selaku RUPS, memiliki kewenangan untuk memutuskan merger Pertagas-PGN. Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan mewacanakan Pertamina mengakuisisi PGN. Dahlan dijadwalkan memanggil direksi Pertamina dan PGN pada Jumat (29/11) besok.
Namun, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PGN Wahid Sutopo mengharapkan, pihaknya lah yang mengakuisisi Pertagas, sehingga jaringan makin terintegrasi dan terkonsolidasi. "Kami sudah siapkan konsepnya. Tinggal menunggu keputusan pemegang saham," katanya.
PGN akan menyampaikan rencana akuisisi dalam RUPS mendatang. Menyusul rencana merger tersebut, harga saham PGN mengalami penurunan. Namun, penurunan harga saham PGN disinyalir ulah spekulan atau pemegang saham minoritas khususnya asing yang menolak keinginan Menteri BUMN sebagai pemegang saham terbesar.
Ali Mundakir juga mengatakan, dengan merjer Pertagas-PGN, maka Pertamina akan menerapkan skema pemakaian pipa bersama (open access) pada seluruh pipa gas yang dibangun baik sebelum ataupun setelah merjer. "Hal ini sebagai wujud kepatuhan terhadap regulasi yang telah ada yang diyakini baik untuk kepentingan negara dan menguntungkan semua pihak, baik produsen gas di sektor hulu, transporter di midstream, maupun konsumen," katanya.