Senin 25 Nov 2013 12:41 WIB

REI: Bank Jangan Buru-Buru Naikkan Suku Bunga Kredit

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Suku bunga kredit/ilustras
Foto: ist
Suku bunga kredit/ilustras

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) mendorong perbankan di Indonesia untuk menaikkan bunga pinjaman. Bagi perusahaan pengembang perumahan, hal ini merupakan momok yang menakutkan karena akan menggerus permintaan.

"Kepada perbankan, kami meminta untuk jangan buru-buru menaikkan suku bunga pinjaman," kata Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso di Jakarta, Senin (25/11).

Sektor perumahan telah memberikan peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Di Indonesia, kontribusinya mencapai 26-28 persen. Sayangnya tingginya kontribusi ini tidak didukung oleh regulasi dari otoritas moneter. BI baru-baru ini menaikkan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen setelah sebelumnya membatasi loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR). REI menilai hal ini merupakan sesuatu yang harus diwaspadai karena akan memberikan dampak yang signifikan.

REI memahami sikap moneter tersebut diambil untuk menjaga defisit neraca transaksi berjalan. Namun sebagai pelaku usaha, REI meminta kebijakan BI harus diimbangi dengan pengawasan moneter terhadap sektor riil. Pasalnya kebijakan tanpa pengawasan akan memberikan dampak berantai yang akhirnya mengancam pertumbuhan ekonomi.

Pengawasan moneter diperlukan sebagai upaya perlindungan terhadap pertumbuhan perekonomian di sektor riil agar tidak tergerus atau menyusut. Kenaikan suku bunga merupakan hal yang menakutkan bagi pelaku usaha real estat dan masyarakat yang kemampuan pendanaannya kecil. Bayang-bayang naiknya beban hidup akibat kenaikan bunga kredit akan menghantui masyarakat.

Oleh karena itu, REI mendorong agar pemerintah mengeluarkan paket kebijakan bagi dunia usaha, khususnya bagi pengembang kecil dan menengah. Otoritas juga diminta untuk tidak mengeluarkan paket kebijakan baru yang kontraproduktif karena akan mengganggu pertumbuhan industri real estat.

Menanggapi hal ini, Wakil Presiden RI Boediono mengatakan, Indonesia tengah mengalami masa transisi. Isu penarikan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve, akan memberikan dampak yang signifikan kepada negara penerima easy money. Oleh karena itu pemerintah perlu membuat sejumlah kebijakan agar Indonesia mampu melalui transisi tanpa merasakan dampak yang terlalu besar. "Yakinlah, ini tidak bisa kita kendalikan. Tapi proses transisi ini harus bisa kita atur," kata Boediono.

BI perlu mengatur hal ini agar dalam masa transisi tidak ada kebijakan yang mengejutkan, lanjut mantan Gubernur BI tersebut. Indonesia harus melakukan penyesuaian agar ketika tapering dilakukan, ekonomi Indonesia tidak kaget sehingga mengguncang ekonomi nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement