Selasa 19 Nov 2013 20:56 WIB

Mendag: Pemerintah Dorong Produksi Mobil dan Ponsel Lokal

Menteri perdagangan Gita Wirjawan (kemeja putih). Ilustrasi.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Menteri perdagangan Gita Wirjawan (kemeja putih). Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menegaskan bahwa pemerintah mulai mendorong mobil, handphone (ponsel), televisi, kulkas, dan sebagainya yang diproduksi secara lokal.

"Saya nggak percaya, kalau mobil, handphone, televisi, kulkas.., nggak bisa diproduksi di sini, bahkan di Surabaya pun bisa," katanya dalam kuliah umum di IAIN Sunan Ampel Surabaya, Selasa (19/11).

Masalahnya, bangsa Indonesia masih minder. "Kita sebenarnya bisa, tapi kita sering minder, jadi musuh kita adalah diri kita sendiri, bukan bule atau negara lain," katanya.

Didampingi Rektor IAIN Sunan Ampel Prof Abd Ala MAg, Ketua Umum PB PBSI itu mengatakan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia mencapai 60 persen dari PDB. "Kalau PDB kita sekarang mencapai 10.000 triliun, maka tingkat konsumsi kita mencapai 6.000 triliun," katanya.

Bila dihitung dari tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat enam persen per tahun, maka PDB dalam 20 tahun lagi akan mencapai 600.000 triliun, sehingga tingkat konsumsi bisa 360.000 triliun.

"Kalau tingkat konsumsi sebesar itu kita berikan semuanya untuk barang impor, tentu kita tidak bisa ikhlas, karena itu pemerintah akan mendorong produk lokal untuk memenuhi konsumsi kita," kata mantan Kepala BKPM itu.

Untuk itu, pemerintah telah melakukan serangkaian langkah yang belajar kepada Cina yakni memperbaiki infrastruktur melalui enam koridor (MP3EI) agar biaya lalu lintas barang menjadi murah dan memberi bantuan tambahan tanpa pajak kepada investor (tax holiday/loan).

"Langkah-langkah itu baru berjalan dua tahunan, sedangkan China sudah melakukan langkah-langkah itu dalam 10-15 tahun, karena itu produk-produk lokal akan semakin kompetitif, tapi kita juga harus membeli produk lokal, meski masih mahal, tapi business plan kita sudah terarah," katanya.

Misalnya, mobil murah sudah menjadi sebuah keberpihakan, namun bila harganya masih mahal harus dimaklumi, sebab produksinya belum massal.  "Produksi lima mobil dengan 5.000 mobil tentu berbeda harganya, tapi kita mengarah ke sana," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement