Kamis 14 Nov 2013 14:10 WIB

Subsidi BBM dan Utang Luar Negeri Indonesia Membengkak, Ini Pemicunya

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Utang/ilustrasi
Foto: johndillon.ie
Utang/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonom PT Bank Internasional Indonesia, Tbk Juniman membenarkan besarnya pengaruh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kepada pembengkakan belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2013. 

"Kalau tahun sebelumnya, disebabkan oleh konsumsi yang lebih banyak dari asumsi yang ada. Tahun ini, depresiasi rupiah memperkeruh keadaan, di samping pengaruh harga ICP yang lebih tinggi," ujar Juniman kepada ROL, Kamis (14/11).

Dalam asumsi makro APBNP 2013, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditetapkan Rp 9.600.  Akan tetapi, realisasi sampai 25 Oktober 2013 tercatat rata-rata Rp 10.161 per dolar AS.  Sedangkan proyeksi dari Kementerian Keuangan pada Oktober 2013, nilai tukar diperkirakan berada di kisaran rata-rata Rp 10.425 per dolar AS. 

Sebagai gambaran, dalam APBNP 2013, pagu belanja subsidi BBM adalah Rp 199,9 triliun. Kementerian Keuangan memperkirakan terjadi pembengkakan belanja subsidi BBM sebesar 12 persen dari pagu.  Dengan demikian, diperoleh besaran belanja subsidi BBM yang harus digelontorkan pemerintah sampai akhir tahun menembus Rp 223,88 triliun. 

Sedangkan untuk volume konsumsi, Juniman menyebut kenaikan harga BBM Juni lalu telah memengaruhi penurunan konsumsi. "Pemerintah diuntungkan karena Wamenkeu (Wakil Menteri Keuangan Bambang PS Brojonegoro) pernah memproyeksikan volume konsumsi BBM sampai akhir tahun sekitar 47 juta kl," kata Juniman. 

Volume konsumsi BBM dalam APBNP 2013 ditetapkan 48 juta kl.Selain belanja subsidi BBM, Juniman menjelaskan pelemahan nilai ukar rupiah juga berimbas pada pembengkakan pembayaran bunga utang. Khususnya adalah pembayaran bunga utang luar negeri. Ini menjadi masalah mengingat penerimaan dalam negeri, khususnya penerimaan pajak berdenominasi rupiah. 

"Dengan sendirinya, utang dalam dolar AS akan membengkak. Makanya, sekarang pemerintah alami tekanan dari dua aspek tersebut yaitu subsidi BBM dan pembayaran bunga utang," kata Juniman.

Sampai akhir Oktober 2013, pembayaran utang luar negeri dalam APBNP 2013 telah mencapai Rp 25,4 triliun atau 161,3 persen dari pagu Rp 15,8 triliun. Sementara pada periode yang sama 2012 silam, pembayaran bunga utang luar negeri dalam APBNP 2012 tercatat Rp 25,2 triliun atau 76,3 persen dari pagu Rp 33 triliun. 

Pemerintah, menurut Juniman, harus melakukan dua langkah untuk menekan terlampauinya defisit anggaran. Pertama, pemerintah harus melakukan efisiensi yaitu mengurangi belanja-belanja yang tidak perlu.  "Misalnya perjalanan dinas yang bisa ditunda atau tidak perlu dilakukan," kata Juniman.

Kedua, pemerintah harus mengoptimalkan penerimaan pajak, walaupun realisasinya sampai akhir tahun diprediksi satu sampai dua persen dibandingkan realisasi 2012. "Tapi, pemerintah diuntungkan dengan pengeluaran yang seret (penyerapan anggaran tidak bagus).  Paling tidak, kita optimistis defisit anggaran tidak akan melampaui target," kata Juniman. 

Dalam APBNP 2013, defisit anggaran ditetapkan 2,38 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement