REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks sentimen investor Indonesia menunjukkan tren penurunan. Temuan survei yang digagas PT Manulife Aset Manajemen Indonesia ini menggarisbawahi kekhawatiran investor terhadap kondisi ekonomi global dan fluktuasi pasar.
"Penurunan ini sejalan dengan penurunan sentimen di wilayah Asia seperti Jepang, Taiwan, dan Hong Kong," ujar Direktur Pengembangan Bisnis PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Putut Endro Andanawarih, Kamis (14/11).
Penurunan sentimen ini mendorong turunnya kepercayaan investor terhadap instrumen investasi. Hampir seluruh instrumen investasi mengalami penurunan sentimen. Penurunan tertinggi adalah di instrumen saham sebesar 281,8 persen. Selain itu sentimen terhadap reksa dana turun 160,9 persen. Penurunan tersebut disebabkan oleh latar belakang ekonomi yang memang sedang negatif. Fundamental ekonomi yang terguncang baik dari sisi eksternal maupun internal membuat investor menahan investasinya di pasar modal.
Berdasarkan survei, dana tunai menjadi instrumen yang paling banyak dipilih untuk investasi. Dana tunai dinilai lebih aman dan tidak merepotkan. "Dana tunai ini sifatnya paling gampang," kata Putut.
Sektor properti tidak lagi menjadi investasi yang menarik. Hal ini disebabkan oleh aturan pengetatan loan to value oleh regulator dan harga properti yang semakin tinggi. Pun halnya dengan investasi rumah.
Pendidikan masih menjadi tujuan utama masyarakat berinvestasi. Sekitar 41 persen responden menyatakan investasi dilakukan untuk pendidikan yang semakin mahal. Selain itu, investasi juga dilakukan untuk hari tua dan membangun bisnis pribadi.
Survei menemukan berinvestasi belum menjadi pilihan utama bagi investor untuk mencapai tujuan investasinya. Sebagian besar dari mereka masih memilih cara yang tradisional, yaitu menabung baik dalam bentuk tabungan ataupun deposito. "Ada pula investor yang menambah pekerjaannya atau memilih untuk berhemat," ujar Putut.
Dari seluruh hasil survei, investor masih optimistis dengan status keuangannya. Namun demikian, Putut melihat ada kecenderungan optimisme ini menurun dari kuartal ke kuartal. Per kuartal III, optimisme investor turun menjadi 51 poin dari 64 poin di kuartal III. "Hal ini berarti semakin banyak investor yang merasa uangnya tidak mencukupi masa depan," kata Putut.