Senin 11 Nov 2013 20:50 WIB

2015, Indonesia Terancam Serbuan Insinyur Impor

 Petugas engineer memantau koordinasi layanan vas, SMS, data, serta telepon dan penanggulangan gangguan jaringan.Indonesia terancam diserbu insinyur asing mulai 2015, tahun dimulainya liberalisasi pasar ASEAN karena tenaga pakar  masih sangat kurang dibandingkan negara lain di Asia.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petugas engineer memantau koordinasi layanan vas, SMS, data, serta telepon dan penanggulangan gangguan jaringan.Indonesia terancam diserbu insinyur asing mulai 2015, tahun dimulainya liberalisasi pasar ASEAN karena tenaga pakar masih sangat kurang dibandingkan negara lain di Asia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Insinyur Indonesia secara terbuka menyatakan Indonesia terancam diserbu insinyur impor atau asing mulai 2015, bertepatan dimulainya liberalisasi pasar ASEAN. Alasannya jumlah tenaga pakar hingga kini masih sangat kurang dibandingkan negara lain di kawasan Asia.

"Ini ancaman nyata. Indonesia bakal diserbu insinyur impor atau asing, bila tidak segera melakukan terobosan radikal. Faktanya kita hanya punya 164 orang insinyur per satu juta penduduk. Idealnya harusnya 400 orang insinyur per satu juta penduduk," kata Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Bobby Gafur Umar kepada pers di Jakarta, Senin (11/11).

Ia tengah menghadiri Konferensi Federasi Organisasi Insinyur Se-ASEAN ke-31 (Conference of ASEAN Federation of Engineering Organisations 2013/CAFEO) 11-14 November, Bobby mengatakan jika dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga, seperti Malaysia, posisinya sudah 397 insinyur per satu juta penduduk. Apalagi Korea yang memiliki 800 insinyur per satu juta penduduk.

"Mirisnya lagi adalah minat para siswa lulusan sekolah lanjutan atau SMU untuk meneruskan ke pendidikan tinggi sampai menjadi insinyur, kelihatan sekali menurun. Kita hanya punya 11 persen atau 1,05 juta dari total sarjana yang ada," katanya.

Menurut dia, idealnya adalah 20 persen dari seluruh sarjana adalah para insinyur, sedangkan di Malaysia saja, rasio antara insinyur dan seluruh sarjana lulusan perguruan tinggi mencapai 50 persen. "Malaysia sekarang punya 13 juta sarjana teknik dari total 27 juta penduduknya," kata Boby.

Ia menjelaskan berdasarkan sebuah kajian, Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi hingga 2015 membutuhkan sedikitnya tambahan 129.500 insinyur per tahun. Sementara pada 2015 sampai 2030, Indonesia memerlukan sedikitnya 175 ribu insinyur untuk mendorong industri dan kawasan ekonomi khusus, juga jika ingin mencapai pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita 20.600-25.900 dolar AS.

"Indonesia harus lakukan sejumlah terobosan mulai dari pemberian beasiswa besar-besaran untuk menjadi insinyur hingga pembenahan di sektor regulasinya. Bukankah anggaran pendidikan sudah 20 persen dari APBN?," katanya.

Sekedar catatan, di antara 10 negara anggota ASEAN hanya tiga negara yang belum memiliki UU insinyur yakni Indonesia, Laos dan Myanmar. "Tapi, Myanmar dilaporkan akhir bulan ini, sudah akan memiliki UUnya. Jadi, tinggal Indonesia dan Laos yang belum."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement