Senin 11 Nov 2013 17:05 WIB

Negosiasi Inalum Berlanjut di Singapura

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Hasil produksi PT Inalum.
Foto: medantalk.com
Hasil produksi PT Inalum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim negosiasi pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) akan kembali bertemu dengan pihak Nippon Asahan Alumunium (NAA) di Singapura, Selasa (12/11) besok.  Pertemuan akan membahas permasalahan selisih harga yang hingga saat ini masih mewarnai proses pengambilalihan 58,88 persen saham perusahaan asal negeri Sakura tersebut. 

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Hadiyanto saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Senin (11/11). "Iya, membahas proses perundingan yang belum mencapai titik temu, masalah harga," ujar Hadiyanto. 

Menurut Hadiyanto, pertemuan nanti bukanlah pertemuan yang terakhir. "Kita lihat besok. Kalau ada titik temu, follow up (tindaklanjutnya) sesuai titik temu.  Hasil pertemuan besok dengan mereka, kita akan konsultasikan dengan pimpinan masing-masing. Dalam hal ini adalah pak menteri (Menteri Keuangan Chatib Basri), pak menko (Menko Perekonomian Hatta Rajasa).  Kira-kira begitu. Arahnya seperti itu," papar Hadiyanto.

Walaupun Inalum telah kembali ke pelukan Indonesia sebagaimana Master of Agreement yang berakhir 31 Oktober 2013, masih terdapat selisih harga. Pemerintah berpegang pada audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) per November 2013. Sementara NAA menginginkan nilainya 558 juta dolar AS atau sekitar Rp 6,37 triliun sesuai hasil audit BPKP Maret silam. 

Pemerintah, ujar Hadiyanto, tentu menginginkan agar harganya lebih rendah. Jikalau Jepang menolak keinginan pemerintah, langkah ke Arbitrase adalah niscaya. "Sekali lagi, kita lihat saja dulu besok seperti apa. Tapi spiritnya kan kerja sama, spiritnya mencari jalan keluar yang harganya acceptable (dapat diterima) oleh kedua belah pihak). Kalau arbitrase, diharapkan tidak ke sana.  Tapi kalau tetap tidak ketemu juga kan, dalam master agreement sudah ditetapkan.  Kalau tidak ketemu diselesaikan di arbitrase," kata Hadiyanto. 

Hatta menambahkan, semua proses pengambilalihan harus berdasarkan audit. "Itulah yang disebut dengan governance proses yang benar," kata Hatta.

Pemerintah sendiri memiliki dana Rp 7 triliun dari APBN untuk mempermulus pengambilalihan Inalum. Penggunaan dana telah disetujui oleh Komisi XI DPR dalam rapat kerja akhir Oktober silam. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement