Senin 21 Oct 2013 16:40 WIB

BI Siapkan 3 Aturan Perbankan Syariah Sebelum Pengawasan Beralih ke OJK

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Perbankan Syariah.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Perbankan Syariah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan tengah mengkaji sejumlah aturan untuk perbankan syariah jelang perpindahan pengawasan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Direktur Eksekutif Perbankan Syariah BI Edy Setiadi mengatakan setidaknya ada 3-4 aturan yang akan keluar sebelum pengawasan berpindah ke OJK. "Di pipeline ada beberapa aturan yang dikaji. Yang prioritas adalah terkait kelembagaan," kata Edy saat ditemui wartawan, baru-baru ini.

Ada beberapa aturan seperti leverage model masih belum selesai dikaji oleh BI. Edy mengatakan BI perlu membuat cetak biru sebelum menetapkannya untuk perbankan syariah. Cetak biru ini meliputi sejauh mana bank syariah bisa menyalurkan pembiayaan melalui perusahaan induk dan aturan apa saja yang akan terbentur jika leveraging diberlakukan di perbankan syariah.

Leveraging akan memudahkan perbankan syariah dalam menyalurkan pembiayaan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pangsa pasar syariah karena perbankan syariah memanfaatkan kantor cabang induk perusahaan. Hal ini otomatis akan meningkatkan efisiensi perbankan syariah.

Tidak masalah jika bank induk konvensional bekerja sama dengan bank syariah, kata Edy. Aturan yang telah dikaji sejak tahun lalu ini diharapkan memasuki tahap finalisasi bulan depan.

Selain masalah leverage, BI juga tengah mengkaji aturan branchless untuk perbankan syariah. BI juga tengah menggodok aturan batasan giro wajib minimum (GWM) perbankan syariah. Sejauh ini BI baru mengatur GWM loan to deposit ratio (LDR) untuk perbankan konvensional. "Ini masih kita kaji batasannya karena harus mencari kombinasi untuk bank umum syariah dan unit usaha syariah," ujar Edy.

Ketentuan GWM masih cukup alot bagi perbankan syariah. Pasalnya ada beberapa bank syariah yang masih menjadi salah satu unit usaha perbankan konvensional sehingga perhitungannya berbeda dengan bank umum syariah (BUS).

Seperti diketahui financing to deposit ratio (FDR) perbankan syariah rata-rata masih di atas 100 persen. Per Juni 2013 FDR perbankan syariah tercatat sebesar 104,43 persen atau naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu dari 98,59 persen. Hal ini disebabkan oleh ketatnya likuiditas perbankan syariah. Edy mengungkapkan sebelum aturan untuk perbankan syariah ditetapkan, ia mendorong perbankan untuk menurunkan FDR terlebih dulu.

Hingga semester pertama, perbankan syariah Indonesia telah mengumpulkan dana masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 163,966 triliun. Nilai ini tumbuh 37,5 persen bila dibandingkan dengan Juni 2012. Pembiayaan tumbuh cukup tinggi. Per Juni, pembiayaan yang telah disalurkan mencapai Rp 171,227 triliun atau tumbuh 45,6 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement