REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Distributor bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur yang menjadi saksi dalam sidang lanjutan dugaan kartel bawang putih membantah kemungkinan penimbunan bawang putih sehingga mengakibatkan melonjaknya harga bawang putih beberapa bulan lalu.
Seorang saksi yaitu distributor dan pedagang bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, Anas mengatakan, ia membeli bawang putih dari beberapa importir seperti CV Mekar Jaya, PT Bumi Citra, PT Agro Nusa Permai, Bu Lely, dan Bapak Heri. Dia menambahkan, harga bawang putih antara satu importir dengan importir lainnya relatif sama. Selisih harganya maksimal Rp 100-200 per kilogram (kg).
“Kalau lebih dari itu, kami cari bawang putih yang harganya paling murah. Apalagi margin keuntungan kami hanya 3 persen, yaitu Rp 500 per kg,” katanya saat di sidang lanjutan dugaan kartel bawang putih di gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta, Senin (21/10).
Untuk itu, kata Anas, harga bawang putih yang dijual antara satu pedagang dengan pedagang lainnya relatif sama. Ketika investigator KPPU menanyakan perihal kronologi melonjaknya harga bawang putih, saksi yang didatangkan dari terlapor IV ini menyebutkan, harga bawang putih pada awal Bulan Januari 2013 sebesar Rp 9 ribu per kg. Pada medio Januari 2013, harganya naik menjadi Rp 9.500 per kg. Pada akhir Bulan Januari, harga bawang putih terus naik menjadi Rp 12.500 per kg.
Puncak harga bawang putih terjadi di tanggal 9 Maret 2013. “Saat itu bawang putih benar-benar hilang di pasaran, sehingga harganya naik menjadi Rp 30 ribu per kg. Kemudian pada 14 maret 2013 harganya menjadi Rp 40 ribu per kg,” tuturnya.
Ketika ia menanyakan sebab kenaikan harga ke pihak importir, mereka beralasan kenaikan harga terjadi akibat kurangnya pasokan. “Keadaan itu ditambah dengan terlambatnya Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih sehingga pasokan bawang putih semakin berkurang namun bawang putih impor belum datang,” ucapnya.
Di satu sisi, kata Anas, pasokan bawang putih lokal memang ada, namun sedikit. Dia mengaku pernah menjual bawang putih pada tahun 1988 silam. Saat itu bawang putih didapat dari Tawamangu, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). “Namun kami sudah tidak menjual bawang putih pada tahun 1992 karena tidak ada yang menanam bawang putih. Modal untuk menanam bawang putih mahal,” ujarnya.
Meski harga bawang putih terus melonjak, Anas membantah kemungkinan penimbunan komoditi itu. Menurutnya bawang putih tidak mungkin ditimbun karena daya tahannya maksimal hanya dua bulan. “Lebih dari itu bawang putih pasti hancur,” tuturnya.