REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Partai Golkar menilai pemerintah telah mengkhianati petani dengan menetapkan kebijakan tarif bea masuk atas impor barang berupa kacang kedelai sebesar nol persen. Keputusan ini dianggap merupakan kedok menjaga stabilitas harga kedelai di dalam negeri.
Menurut Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR, Siswono Yudho Husudo dengan kebijakan tersebut, pemerintah semakin menjauhkan Indonesia dari target swasebada kedelai. Padahal Presiden SBY pada tahun 2014 menargetkan swamsebada pangan seperti kedelai, gula, jagung dan daging.
“Kebijakan nol persen tersebut juga berasal dari adanya tekanan dari luar. Contohnya, adalah Amerika yang membanjiri pasar kedelai di Indonesia dengan kedelai impor yang memiliki kualitas lebih baik dan harga yang lebih murah,” katanya, Jumat (18/10).
Sementara itu, lanjut dia, petani di Indonesia tidak memiliki semangat untuk menanam kedelai karena tidak adanya perhatian serta dukungan dari pemerintah. Lahan yang di siapkan untuk penanaman kedelai ini, kata Siswono, juga menyusut dari tahun ke tahun.
Ia mencatat pada tahun 1998, lahan untuk menanam kedelai tersedia seluas 1,6 juta hektar. Namun, saat ini menyusut sampai dengan 700 ribu hektar. Sementara perihal beras, Indonesia telah mencapai surplus beras namun surplusnya tidak mencapai target 10 juta ton beras.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib Basri menetapkan tarif bea masuk atas impor barang berupa kacang kedelai sebesar nol persen yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 133/PMK.011/2013 pada 3 Oktober 2013 lalu.
PMK tersebut mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 yang memberikan bea masuk sebesar lima persen atas impor barang berupa kacang kedelai dan berlaku sejak 8 Oktober.
Penetapan pajak nol persen untuk impor kedelai itu juga mempertimbangkan usulan Menteri Perdagangan melalui surat Nomor 1096/M-DAG/SD/9/2013 tanggal 19 September 2013 dan disetujui oleh Menteri Pertanian Suswono melalui surat Nomor 153/KU.210/M/9/2013/Rhs tertanggal 18 September 2013.