Senin 07 Oct 2013 16:20 WIB

Pemerintah Segera Tertibkan Pelabuhan Ekspor Batu Bara

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Nidia Zuraya
Produksi batu bara, ilustrasi
Produksi batu bara, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih mengkaji rencana penertiban pelabuhan atau terminal untuk ekspor batu bara. Belum ada kepastian kapan penertiban itu terealisasi.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Thamrin Sihite mengatakan, hingga kini pihaknya masih mengkaji rencana tersebut. ''Masih dikaji terus,'' kata Thamrin di Jakarta, Senin (7/10).

Thamrin mengemukakan, Kementerian ESDM bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan dalam menentukan pelabuhan-pelabuhan yang akan digunakan untuk ekspor batu bara secara legal. Pembatasan itu dimaksudkan agar ekspor batu bara bisa lebih terpantau dan terkelola dengan baik.

Ditemui terpisah, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Minerba Dede Suhendra menambahkan, pengontrolan lebih memastikan penerimaan pajak  bagi negara. Itu sekaligus  memperketat kontrol penambangan ilegal. Menurut dia, jika terlalu banyak pelabuhan batubara, menyulitkan pemerintah melakukan pemantauan. Selain itu, kata Dede, kerap terjadi pengiriman ekspor berbeda bobotnya saat sampai di tempat tujuan. Dia masih terus mengevaluasi kenapa hal itu bisa terjadi.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby Mamahit mengungkapkan, pihaknya masih dalam proses inventarisasi terminal-terminal khusus yang digunakan untuk ekspor batubara. ''Sampai ke terminal yang terpencil,'' kata dia kepada ROL, Senin (7/10).

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Sahala berpendapat, penertiban pelabuhan untuk melakukan ekspor batubara merupakan tindakan pemerintah untuk memaksimalkan pengontrollan pelabuhan tersebut. Persoalannya, terdapat selisih angka yang cukup besar pada data pemerintah dan data bea cukai. Selisih angka ekspor batubara mencapai 56 juta ton. Angka itu diperkirakan merupakan ekspor melalui jalan ilegal.

Sebagai negara kepulauan, ujar dia, pengawasan di area laut di negara ini cukup sulit. Karena itu dibutuhkan kualitas Angkatan Laut (AL) yang mumpuni untuk melakukan pengawasan secara ketat.

Dalam melakukan pengawasan, kata Supriatna, dibutuhkan teknologi yang canggih. Misalnya,  pesawat tanpa awak untuk mengawasi pelabuhan - pelabuhan tersebut. Pelabuhan tikus atau pelabuhan ilegal, ujar dia, sebisa mungkin diminimalisir. Dengan adanya pembatasan pelabuhan tersebut, pelabuhan dan oknum - oknum penyelundup bisa dibatasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement