REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA – Penutupan ekonomi (shutdown) AS dinilai tidak perlu dikhawatirkan oleh Indonesia. Namun pemerintah Indonesia berharap pemerintah AS bisa segera menyelesaikan masalah ekonomi domestiknya agar tidak berdampak lebih lanjut ke negara berkembang.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar menyatakan, penutupan ekonomi yang terjadi di AS memang menimbulkan ketidakpastian. “Namun kita tidak bisa memperkiraaan terlalu jauh dampak kondisi tersebut ke ekonomi Indonesia dan kawasan,” ujarnya, Jumat (4/10).
Meskipun demikian pemerintah berharap shutdown yang dialami AS tidak berlanjut ke tahap debt ceiling. Debt ceiling adalah batas atas dari surat utang yang dapat diterbitkan Pemerintah Federal Amerika. Batas ini berlaku untuk bagi semua surat utang yang diterbitkan, baik untuk publik ataupun institusi keuangan milik pemerintah.
Peningkatan debt ceiling menandakan semakin membengkaknya utang pemerintah AS. Saat ini porsi utang pemerintah hampir mencapai 100 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara itu.
Mahendra pun berharap pemerintah AS bisa segera membereskan masalah tersebut agar ketidakpastian ekonomi bisa dihindari dan diatasi. “Kami sadar investor dan investasi akan mencari tempat yang bisa memberikan kepastian lebih baik dalam hal politik, hukum, keamanan dan sebagainya. Indonesia akan memberikan hal tersebut,” katanya.
Sekretaris Jenderal Pasific Economic Cooperation Council (PECC) Eduardo Pedrosa menilai, shutdown yang terjadi di AS terjadi karena gagalnya paket ekonomi dan anggaran yang disiapkan oleh AS. Menurutnya, bila hal ini terus terjadi bukan tidak mungkin imbasnya akan sampai ke negara di luar AS. Apalagi kondisi ekonomi global saat ini masih mengalami volatilitas dan belum pulih benar.
Namun menurutnya, isu tentang perlambatan ekonomi Cina dan India lebih penting bagi negara berkembang dan kawasan Asia Pasifik, ketimbang masalah AS. Dalam survei yang dilakukan PECC, ekonomi Cina diperkirakan akan terus melambat hingga 12 bulan ke depan. Sementara ekonomi AS dan Jepang diprediksi akan lebih positif tahun ini.