REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Logistik Indonesia (FLI) menilai jumlah permodalan investasi yang masuk ke Indonesia untuk membangun fasilitas infrastruktur yang memadai wajib terus digenjot karena pendanaan untuk infrastruktur belum memadai. "Pendanaan untuk pembangunan infrastruktur Indonesia belum memadai," kata Ketua FLI Setijadi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (3/10).
Setijadi mengingatkan, investasi infrastruktur di Indonesia adalah sekitar 5 persen PDB sedangkan investasi infrastruktur seperti di India sudah di atas 7 persen PDB sejak 2009. Bahkan, lanjutnya, investasi di Cina sudah mencapai 9-11 persen PDB sejak 2005. "Pemerintah bisa mendorong partisipasi pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur," ujarnya.
Menurut dia, dorongan dari pemerintah agar dapat menarik pihak swasta untuk berinvestasi di Tanah Air antara lain adalah melalui pola kerja sama dan insentif yang menarik. Ia berpendapat, salah satu penyebab tingginya biaya logistik di berbagai daerah di Indonesia adalah masalah logistik. "Untuk Pulau Jawa, jalan merupakan salah satu infrastruktur yang kurang memadai karena tingginya beban," ungkapnya.
Hal tersebut, papar dia, berakibat terhadap waktu tempuh yang lama sehingga biaya transportasi dan logistik juga ikut menjadi mahal. Investasi yang dilakukan anak usaha Bank Dunia, International Finance Corporation (IFC) mencapai 438 juta dolar Amerika Serikat (AS) dari tahun fiskal Juli 2012 hingga 30 Juni 2013 untuk pembangunan infrastruktur dan memperluas akses pada pelayanan keuangan.
Wakil Presiden IFC untuk Asia Timur dan Pasifik Karin Finkelston dalam konferensi pers Kamis (12/9), mengatakan nilai investasi tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni sebesar 300 juta dolar AS. Karin menyebutkan investasi tersebut disalurkan pada beberapa sektor yakni, manufaktur, agribisnis dan jasa sebesar 336 juta dolar AS, infrastruktur 58 juta dolar AS, dan keuangan selama tahun fiskal 44 juta dolar AS.
Karin juga menyebutkan sebanyak 12 perusahaan yang telah bekerja sama dalam investasi tersebut, di antaranya PT Moya Indonesia, PT Indo-Rama Synthetics, PT Mitra Bisnis Keluarga Ventura, PT IndoCafco Indonesia dan perusahaan lainnya.
Sementara itu, jumlah keseluruhan investasi di Asia Timur dan Pasifik selama tahun fiskal ini mencapai 3,4 miliar dolar AS pada 83 proyek (perusahaan) atau meningkat 15 persen dibandingkan 2012. "Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah Cina dan Vietnam dalam hal volume investasi di kawasan ini," katanya.