Selasa 01 Oct 2013 14:37 WIB

Pengembangan Energi Terbarukan Tujuan Indonesia di APEC

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
Energi Terbarukan
Foto: energy.gov
Energi Terbarukan

REPUBLIKA.CO.ID, NUSADUA -- Indonesia berharap pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dapat menjadi tempat untuk berbagi pengalaman dalam mempelajari pengembangan energi terbarukan. Pengembangan energi terbarukan dianggap penting bagi Indonesia untuk menggantikan penggunaan minyak yang cadangannya telah menipis.

Deputi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Endah Murtiningtyas mengatakan Indonesia ingin mempelajari bagaimana berbagai negara mengembangkan energi terbarukan dengan kebijakan dan teknologi yang mereka miliki. "Karena ini penting. Secara keseluruhaan, reserve (cadangan) fossil oil kita terbatas," ujar Endah yang ditemui ditengah-tengah APEC Conference on Clean, Renewable and Sustainable Use of Energy, di Nusadua, Bali, Selasa (1/10).

Hal kedua yang ingin Indonesia tuju dalam pertemuan APEC adalah tercapainya clean energy. Menurut Endah kombinasi kedua hal itu penting agar energi bisa dirasakan oleh generasi mendatang. Oleh karena itu, kapasitas produksi energi terbarukan di Indonesia harus dibangun. Dalam pengembangan kapasitas produksi, hal yang harus diperhatikan mengenai pricing, seperti insentif pajak. "Pricing harus tepat," ujar dia.

Selain itu, regulasi juga menjadi sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan. Menurutnya, selama sebelum critical mass tercapai, energi terbarukan tidak akan bisa berkompetisi dengan BBM yang telah lama dipakai oleh masyarakat. "Jadi bagaimana policy seperti apa yang bisa memunculkan resources itu supaya memungkinkan diproduksi," ujar dia.

Delegasi dari Australia Helen Bennett dalam presentasinya menekankan bahwa peraturan memang diperlukan untuk mendukung pengembangan teknologi energi terbarukan. Dengan adanya regulasi, Australia telah suskes mengintegrasikan energi terbarukan dari angin dan matahari. Data pada 2012 menunjukan 11 persen dari rumah di Australia, atau sekitar 1 juta rumah, telah memiliki sistem solar PV.

Sementara itu, Direktur International Renewable Energy Agency (IRENA), Dolf Gielen, mengatakan penggunaan BBM mememiliki beberapa masalah. "Sumber dayanya tidak merata di dunia" ujar dia. Selain itu, ia memprediksi harga BBM akan semakin meningkat. Berdasarkan penelitiannya, beberapa negara bahkan menghabiskan 10 persen dari GDP untuk impor BBM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement