REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi penerimaan bea keluar (BK) sampai 23 September 2013 tercatat Rp 10,258 triliun. Realisasi ini baru mencapai 58,26 persen dari target yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2013 sebesar Rp 16,6 triliun. Sementara target yang dicanangkan sampai 23 September 2013 seharusnya Rp 12,84 triliun.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Susiwijono Moegiarso mengatakan terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi turunnya penerimaan BK. "Faktor utama adalah harga internasional komiditas ekspor utama yaitu CPO dan turunan CPO serta bijih mineral," ujar Susiwijono, Kamis (26/9).
Komposisi penerimaan BK sampai semester I 2013 terdiri dari 55,5 persen BK CPO dan turunan CPO, 43,45 persen bijih mineral. Sebagai perbandingan, pada semester I 2012, komposisi penerimaan BK terdiri dari 91,6 persen dari BK CPO dan turunan CPO, 7,5 persen bijih mineral. Sedangkan rata-rata harga referensi CPO Januari-September 2012 1.081,19 dolar AS per MT dengan rata-rata tarif BK sebesar 16,5 persen.
Sementara pada periode yang sama 2013, rata-rata harga referensi CPO sebesar 832,73 dolar AS per MT dengan rata-rata tarif BK 9,5 persen. Selama 2013, rata-rata tarif BK sebesar 9,49 persen.
Susiwijono menambahkan kebijakan hilirisasi telah mengakibatkan pergeseran jenis komoditas ekspor dari CPO ke produk turunan CPO dengan tarif BK yang lebih rendah. Pada 2012 komposisi ekspor CPO 37 persen dan produk turunan CPO 63 persen. Sedangkan pada 2013, komposisi ekspor diperkirakan CPO 27 persen dan produk turunan CPO 73 persen.
Lebih lanjut, Susiwijono menyebut faktor eksternal juga mengakibatkan penurunan BK. Produk-produk berbasis CPO mengalami tren penurunan sejak Juni 2012. Ini disebabkan pasokan yang terlalu banyak disertai berkurangnya permintaan. Perlambatan ekonomi di Cina, menurut Susiwijono, mengakibatkan permintaan CPO menurun.
Faktor eksternal lainnya adalah berpalingnya pembeli CPO ke Malaysia. Hal tersebut disebabkan adanya kebijakan negeri jiran itu mengenakan pajak nol persen untuk ekspor CPO pada Januari dan Februari 2013. Sejak Maret 2013, pajaknya menjadi 4,5 persen. Di sisi lain, Susiwijono mengatakan India mengenakan tarif impor CPO 2,5 persen sejak Januari 2013.
Untuk bijih mineral, Susiwijono mengatakan seharusnya pada 2013, volume dan nilai ekspornya meningkat seiring berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang melarah ekspor bijih mineral pada 2014. "Tapi kenyataannya, ekspor bijih mineral diperkirakan belum maksimal di 2013 sehingga volume ekspor mineral sangat rendah," ujarnya.