Selasa 24 Sep 2013 15:41 WIB

Akuisisi Inalum Masih Terkendala Perbedaan Nilai Aset

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Hasil produksi PT Inalum.
Foto: medantalk.com
Hasil produksi PT Inalum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negosiasi terkait pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari pihak Jepang sampai saat ini masih terus berlangsung. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan, masih terdapat perbedaan dalam nilai aset dari perhitungan kedua belah pihak.

"Berdasarkan hasil revaluasi, nilai buku itu sisanya sekitar 600 juta dolar AS. Sedangkan kita di BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), 390 juta dolar AS. Pegangan kita ada di BPKP," papar Hatta kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (24/9). 

Khusus untuk nilai buku, Hatta mengatakan pemerintah tidak bisa berpegang kepada besaran di luar yang dihitung oleh BPKP. "Apa dasar kita untuk keluar dari apa yang ditetapkan oleh BPKP? Apa dasar hukumnya?," tanya Hatta seraya menyebut negosiasi antara tim perunding kedua negara akan segera dilakukan.

Lebih lanjut, Hatta menyebut masih ada waktu sampai akhir Oktober mendatang sebelum Inalum benar-benar kembali ke Indonesia. Sebagai gambaran Inalum merupakan kontrak kerja sama antara Indonesia dan investor Jepang, Nippon Asahan Alumina (NAA). Kontrak tersebut akan berakhir pada 31 Oktober 2013.  Saat ini 58,8 persen saham Inalum masih dimiliki Jepang, sedangkan Indonesia menguasai 42 persen. 

Setelah dikuasai penuh, Inalum diharapkan dapat melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) untuk mendapatkan dana guna peningkatan kapasitas produksi alumina. Hal tersebut disebabkan setelah dikuasai pemerintah, Indonesia menargetkan peningkatan kapasitas produksi alumina dari 320 ribu- 455 ribu ton per tahun. 

Inalum terdiri atas pabrik Peleburan Aluminium (PPA) atau smelter dengan kapasitas 225 ribu ton per tahun dan PLTA Asahan II dengan kapasitas 604 megaVolt (MV). Saat ini kapasitas produksi PT Inalum sebesar 250 ton aluminium ingot per tahun. Sebanyak 60 persen diekspor ke Jepang dan 40 persen dipasarkan di dalam negeri. 

Menteri Perindustrian MS Hidayat menambahkan setelah diambil alih pemerintah, secara otomatis Inalum akan menjadi Badan usaha Milik Negara (BUMN).Meskipun begitu, perlu dilakukan konsolidasi karena adanya manajemen baru. Setelah itu, baru ditetapkan bagaimana ekspansi Inalum ke depannya. Terkait waktu yang dibutuhkan, Hidayat menyebut dibutuhkan waktu kurang lebih setahun. "Produksinya paling tidak harus berjalan. Marketingnya juga tidak boleh terganggu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement