REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mendorong kembali investor kembali ke Indonesia, regulator perlu membuat kebijakan yang searah. Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan perlu menyatukan pikiran dalam kebijakan masing-masing untuk menciptakan stabilitas di pasar.
Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengungkapkan pemerintah perlu memanfaatkan waktu luang yang diberikan bank sentral Amerika Serikat (AS) sebelum menarik stimulusnya. "Kita perlu konsistensi kebijakan agar investor percaya diri kembali ke Indonesia," kata Lana saat ditemui di Hari Ulang Tahun Lembaga Penjamin Simpanan (HUT LPS) di Jakarta, Senin (23/9).
Regulator harus memiliki tujuan yang sama, misalnya mengurangi defisit transaksi berjalan. Kedua regulator harus fokus di situ dengan sejumlah kebijakan yang bisa diambil masing-masing institusi. Misalnya BI dengan menaikkan suku bunga acuan. Kementerian Keuangan dapat membuat kebijakan yang searah dengan tujuan BI.
Investor menyadari untuk mengubah defisit neraca berjalan menjadi surplus bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun demikian ketika regulator mengumumkan konsistensinya pada pengurangan defisit, kepercayaan investor akan tumbuh. Sehingga investor dapat memanfaatkan ditundanya tapering the Fed dengan kembali ke Indonesia. "Kalau kebijakan konsisten, investor tidak perlu menunggu neraca transaksi berjalan menjadi surplus. Namun kalau tidak ada konsistensi antarkementerian dan regulator, investor menjadi enggan dan ragu," kata Lana.
Lana memperkirakan investor asing akan kembali ke Indonesia. Namun masuknya dana asing tersebut tidak akan semasif awal tahun lalu. Seperti diketahui dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia selama lima bulan pertama mencapai 2,6 miliar dolar AS. Namun isu tapering telah menggerus dana asing ini. Sehingga dana yang keluar bahkan lebih besar dari yang masuk, yaitu mencapai 3,5 miliar dolar AS.
Ditundanya penarikan stimulus diharapkan dapat mengembalikan dana asing. Meskipun tidak akan sebesar sebelumnya, Lana memperkirakan dana yang masuk bisa di kisaran 2,3 miliar dolar AS. "Setidaknya mendekati dana yang pernah masuk," kata Lana.