Kamis 12 Sep 2013 12:25 WIB

Pemerintah Harus Tolak Pendanaan dari Perusahaan Penjarah

Pembalakan liar - ilustrasi
Pembalakan liar - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global menginginkan agar pemerintah menolak berbagai bentuk pendanaan yang diberikan oleh perusahaan yang terindikasi terlibat dalam tindakan penjarahan atau perusakan hutan.

"Koalisi mendesak pemerintah untuk tetap berdaulat dan menolak bentuk pendanaan yang mengikat, termasuk di dalamnya utang, hibah, bantuan teknis yang mengikat, maupun bentuk-bentuk CSR yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan yang memiliki sejarah perusakan hutan demi pemutihan citranya," kata Koordinator Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim Mida (CSF-CJI) Mida Saragih dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (12/9).

Selain CSF-CJI, LSM lainnya yang tergabung dalam Koalisi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global adalah Greenpeace Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Perkumpulan Huma, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara.

Menurut Koalisi, pemerintah tidak boleh menjadikan pasar karbon sebagai sumber pembiayaan bagi perbaikan hutan karena selain tidak dapat diandalkan untuk menghasilkan pengurangan emisi gas rumah kaca karena langkah itu dinilai tidak akan memberikan perlindungan hutan tambahan dan keadilan lingkungan.

Koalisi juga menyorot pembentukan Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut (REDD+) melalui Peraturan Presiden No 62/2013. "Proses politik untuk membentuk lembaga ini memakan waktu lebih dari dua tahun. Periode ini cukup panjang, bahkan lebih lama dari pembentukan beberapa Undang-Undang," ucapnya.

Namun, menurut dia, sangat disesalkan materi muatan Perpres tersebut sama sekali tidak menghasilkan terobosan apapun, baik bagi perbaikan tata kelola, perlindungan dan perwujudan hak asasi manusia, maupun persoalan pemulihan kerusakan hutan dan lahan gambut.

Sebagaimana diberitakan, sekitar setengah hektare hutan hilang dan rusak di dunia setiap satu detik dan perilaku manusia menjadi faktor utama penyebab terjadinya deforestasi atau pengrusakan dan penghilangan hutan secara global. Rata-rata terjadinya deforestasi yaitu 13 juta hektare per tahun sejak 2000-2010 atau sama dengan 0,41 hektare.

Menurut Perwakilan Nasional Indonesia dari organisasi lingkungan Forest Stewardship Council (FSC) Hartono Prabowo, di Indonesia terhitung 1,17 juta hektare hutan hilang per tahun sejak 2000-2006. Menurut Hartono, sekitar 30 persen kayu di hutan ditebang secara ilegal di dunia dengan nilai 30 miliar dolar AS hingga 100 miliar dolar AS per tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement