REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Harga biji kakao di pasar internasional belum menjadi faktor yang menguntungkan petani di Sulawesi Tengah maupun pengekspor, karena pemerintah masih memberlakukan tarif bea keluar hasil bumi meski nilai tukar dolar AS terhadap rupiah naik. "Betul memang rupiah melemah, tetapi harga kakao di pasar internasional saya melihat belum memberikan keuntungan bagi petani maupun eksportir," kata Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Herman Agan di Palu, Selasa (10/9).
Herman mengatakan harga biji kakao di pasar internasional masih berkisar 2.400 dolar AS per metrik ton. Dia mengatakan salah satu penyebab belum membaiknya harga tersebut karena masih berlaku tarif bea keluar sejumlah barang termasuk hasil bumi. "Mestinya saat dolar AS naik pemerintah bisa mencabut sementara bea keluar supaya dolar bisa mengalir lebih besar ke Indonesia," ujarnya.
Dia mengatakan ketika rupiah sudah menguat barulah pemerintah kemudian memberlakukan kembali bea keluar tersebut. Dia menambahkan, dampak adanya bea ekspor tersebut akan berpengaruh pada pembelian kakao dalam negeri karena eksportir akan memperhitungkan bea keluar tersebut.
Mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Kakao Indonesia (Askindo) Sulawesi Tengah itu mengatakan saat ini banyak eksportir yang beralih ke perdagangan antarpulau. Ini juga salah satu dampak dari membaiknya industri kakao dalam negeri. "Yang untung itu justru industri. Mereka olah setengah jadi dalam negeri lalu menjual ke luar negeri. Ini pasti untung," katanya.