REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Syariah Bukopin (BSB) akan melakukan pengetatan terhadap sektor pembiayaan. Hal ini sejalan dengan rencana Bank Indonesia (BI) memberlakukan aturan Giro Wajib Umum Loan to Deposit Ratio (GWM LDR) untuk menjaga likuiditas perbankan.
Dengan adanya aturan itu, perbankan syariah pun mau tidak mau harus mengerem angka Financing to Deposit Ratio (FDR) karena dinilai sudah terlalu tinggi. Meski begitu, bukan berarti BSB tidak akan menyalurkan pembiayaan sama sekali. BSB akan tetap menyalurkan pembiayaan dengan mengubah sedikit cara. Misalnya, BSB akan meminta tambahan uang muka 10 persen terhadap pembiayaan kendaraan bermotor.
"Untuk menjaga likuiditas, mau tidak mau yang pertama kami lakukan adalah pengereman pembiayaan," ujar Kepala Divisi Bisnis PT Bank Syariah Bukopin Farhan Kamil, saat ditemui di Kantor Pusat BSB, Jakarta, Rabu (4/9).
BSB juga akan fokus pada peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) untuk mengerem FDR. "Caranya kami akan genjot marketing funding dan beberapa nasabah akan kami arahkan untuk memperkuat funding agar pendanaan meningkat sehingga bisa menekan FDR," kata Farhan.
Dia mengatakan hingga Juli 2013, BSB telah menyalurkan total pembiayaan Rp 3,3 triliun, meningkat dari Rp 2,63 triliun pada akhir 2012. BSB menargetkan pembiayaan tumbuh 40 persen dari akhir tahun lalu pada penghujung 2013. Untuk mencapai target itu, BSB akan lebih fokus pada pembiayaan sektor mikro.
"Pembiayaan mikro sampai Agustus 2013 sudah mencapai sekitar Rp 70 miliar dan berkontribusi 20 persen dari total pembiayaan," ujarnya. Pada periode yg sama tahun lalu, pembiayaan sektor mikro tidak mencapai separuh dari pencapaian pembiayaan mikro saat ini.
BSB menargetkan pembiayaan mikro Rp 300 miliar sampai akhir tahun. Meskti kekurangan masih banyak sementara hanya tinggal empat bulan lagi menjelang akhir tahun, namun Farhan optimis target tersebut bisa dicapai.