Rabu 28 Aug 2013 13:09 WIB

Revisi DNI Masuk Tahap Final

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Investasi (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf
Investasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mempercepat investasi merupakan salah satu dari empat paket utama kebijakan pemerintah dalam stabilisasi dan menjaga perekonomian. Salah satu bentuknya adalah mempercepat pembahasan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI). 

Menteri Keuangan yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Chatib Basri mengatakan revisi DNI akan segera dirampungkan. "Intinya ini akan lebih open dan ramah investor," ujar Chatib dalam konferensi pers di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Rabu (28/8).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menjelaskan, pembahasan terkait revisi DNI di tataran eselon satu telah diselesaikan. Pada, Kamis (29/8), pembahasannya akan dibawa ke dalam rapat tingkat menteri di kantor Kemenko Perekonomian. 

Menurut Hatta, rapat tingkat menteri juga akan melibatkan dunia usaha. "Semuanya kita dengarkan. Setelah itu kita bahas. Kalaupun ada koreksi perbaikan tidak akan lama," kata Hatta. Meskipun begitu, Hatta enggan memastikan kapan waktu hasil revisi DNI dapat segera dikeluarkan. 

"September ini selesai (untuk pembahasan). Tapi kan ada waktu karena Presiden ada kunjungan kerja tanggal 1 sampai 8 (oktober). Setelah masuk ke bapak Presiden, masuk sehari langsung teken," ujar Hatta. Meskipun demikian, Chatib maupun Hatta enggan mengungkapkan sektor yang diperlonggar investasinya. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mendukung aspek terbuka dan ramah terhadap revisi DNI. Meskipun demikian, Sofjan meminta agar pemerintah tidak membuka investasinya 100 persen. "Kita harus kasih bidang-bidang di mana kita punya kelemahan.  Itu harus ada kerja sama."

Sofjan mencontohkan, sektor permesinan, akuntansi dan kesehatan yang relatif tertinggal. Khusus untuk kesehatan, Sofjan menyebut dari pada ratusan ribu orang setiap tahunnya berobat ke Singapura dan Malaysia, lebih baik jika rumah sakit dari kedua negara dibolehkan masuk. "Tapi, kerja sama juga dengan rumah sakit lokal," kata Sofjan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement