Selasa 27 Aug 2013 15:43 WIB

DPR Setujui Kenaikan Pajak Barang Mewah

Rep: Satya Festiani/ Red: Dewi Mardiani
Mobil mewah, Lamborghini (ilustrasi)
Foto: netcarshow.com
Mobil mewah, Lamborghini (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui kenaikan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) produk impor sebesar 150 persen. Kenaikan pajak PPn BM merupakan salah satu paket kebijakan pemerintah sebagai upaya memperbaiki nilai tukar rupiah yang kian memburuk dan defisit transaksi berjalan.

"Kita sudah setujui usulan tentang salah satu paket, kenaikan pajak barang mewah yang sampai 125 sampai 150 persen," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis, Selasa (27/8).

Menurutnya, Indonesia adalah importir terbesar kedua dan layak untuk dikenakan pajak barang mewah sampai 150 persen. "Dalam keadaan krisis ini banyak orang kaya yang beli jet mewah, Lamborghini, Hummer, dll," ujar dia. Kenaikan pajak juga diharapkan dapat mengurangi spekulasi pada nilai tukar.

Kenaikan pajak PPnBM bisa mengurangi defisit transaksi berjalan yang mencapai 9,8 miliar dolar AS pada semester I-2013. Harry mengatakan pemerintah lamban dalam mengatasi defisit transaksi berjalan. "Sekarang sudah 7 kuartal berturut-turut tapi responnya agak telat. Pemerintah harus lebih responsif dan kita harap angka-angka di APBNP tetap sedapat mungkin bisa dicapai," ujar Harry.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, mengatakan peraturan mengenai kenaikan PPn BM akan segera dikeluarkan. Pajak untuk barang mewah impor akan dinaikan, tetapi pajak untuk produk domestik yang menjadi kebutuhan dasar rumah tangga akan diturunkan atau dihapus.

"Daripada kita kenakan PPn BM yang rugi kan produk domestik karena dia harus bayar PPnBM dia kalah sama impor. Kita kurangi PPn BM jadi membantu daya beli masyarakat sekaligus kendalikan impor," ujar Bambang.

Bank Indonesia (BI) menghargai keputusan kenaikan PPn BM untuk barang impor. BI akan melihat tindak lanjut dari paket kebijakan pemerintah tersebut dan mengkaji keefektifannya. "Kemudian BI akan melakukan pembahasan untuk nanti akan bisa merespons lagi, kalau seandainya diperlukan respons," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement