Selasa 27 Aug 2013 06:10 WIB

Harga Kedelai Naik, Pengusaha Tahu dan Tempe Kecilkan Ukuran

Rep: Hannan Putra/ Red: Djibril Muhammad
 Seorang pekerja mengangkut biji kedelai yang telah direbus untuk dibuat tempe di Utan Panjang, Jakarta, Kamis (31/1).  (Republika/Aditya Pradana Putra)
Seorang pekerja mengangkut biji kedelai yang telah direbus untuk dibuat tempe di Utan Panjang, Jakarta, Kamis (31/1). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang kian melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa hari terakhir menjadi salah satu penyebab naiknya harga kedelai.

Kebutuhan kedelai nasional tak kurang dari 2,5 juta ton per tahun. Sementara, hasil produksi kedelai di Indonesia hanya sampai 800 ribu ton. Mau tak mau, 1,7 juta ton harus diinpor dari luar. Selama ini, pasokan kedelai di Indonesia datang dari AS.

Pantauan Republika Senin (26/8), harga kedelai sebagai bahan baku produksi tahu dan tempe sudah menembus angka Rp 9.200/ kg untuk jenis kedelai dua roda. Sedangkan untuk merek bola seharga Rp 8.900/ kg sampai Rp 9.000/ kg.

Pengusaha tahu di Wilayah Mampang Prapatan, Parkun (54 tahun) mengatakan, kenaikan harga kedelai secara merangkak mulai naik sejak 17 Agustus lalu. "Naiknya pelan-pelan, sampai sekarang sudah Rp 9.200/ kg," katanya kepada Republika, Senin (26/8).

Parkun tidak bisa berbuat apa-apa. Ia mengaku hanya menunggu kebijakan dari  Koperasi Gabungan Tahu dan Tempe Indonesia (Gakopti). "Kita ada lembaga yang mewadahi. Moga koperasi itu bisa segera menuntaskan kenaikan harga kedelai ini," ujarnya.

Saat ini, kebanyakan pengusaha tahu dan tempe yang berada di daerah Warung Buncit, Duren Tiga, dan Mampang Prapatan belum menaikkan harga jual produksinya. Mereka lebih memilih untuk memperkecil ukuran tahu dan tempe mereka.

"Sementara ini tahu nya kita perkecil sedikit. Habis mau bagaimana lagi, kalau kita naikkan harga nanti malah tidak laku. Ukuran yang sedikit dikecilin ini saja sudah banyak yang protes di pasar," jelas Parkun.

Selain memperkecil ukuran tahu yang diproduksi, banyaknya kedelai yang diproduksi juga diperkecil. Dihari biasa, Industri tahu Parkun bisa menghabiskan 5 kwintal kedelai.

Sejak harga kedelai naik, ia hanya memproduksi 3-4 kwintal saja. Bahkan, tetangga sebelah Parkun hanya berani memproduksi 1 kwintal saja. Padahal di hari biasa ia bisa menghabiskan 5 kwintal kedelai.

Penyebabnya, selain karyawan yang belum seluruhnya pulang dari mudik, kenaikan harga kedelai memang menjadi faktor pertimbangannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement