Senin 26 Aug 2013 16:30 WIB

Tekan Defisit Transaksi Berjalan, Penggunaan Biodiesel Kembali Digalakkan

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Limbah tebu, salah satu bahan biodiesel
Foto: antara
Limbah tebu, salah satu bahan biodiesel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa membantah apabila paket kebijakan ekonomi yang ditelurkan pemerintah tidak dapat mengatasi permasalahan perekonomian dalam jangka pendek. Menurut Hatta, paket kebijakan berupa penurunan impor migas dengan meningkatkan porsi penggunaan biodiesel dalam porsi solar dapat segera terlihat dampaknya.

Berbicara kepada wartawan seusai mendapatkan penganugerahan gelar Perekayasa Utama Kehormatan Bidang Kebijakan Teknologi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Kantor Pusat BPPT, Jakarta, Senin (26/8), Hatta mengatakan jika ditilik dari neraca transaksi berjalan, impor migas memiliki peranan yang signifikan dalam menyumbang defisit.  "Maka yang paling jangka pendek itu," ujar Hatta. 

Ia mengatakan, sampai saat ini jumlah solar yang diimpor oleh Indonesia sekitar 17,5 juta kiloliter (kl) untuk subsidi dan sekitar 17,5 juta sampai 18,0 juta kl.  Sehingga secara kumulatif, jumlahnya mencapai 35 juta kl atau setara dengan 33,95 miliar dolar AS (kurs Rp 9.700 per dolar AS). 

Saat ini, menurut Hatta, pemerintah mewajibkan penggunaan biodiesel yang bersumber dari minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO). Terlebih saat ini, produksi CPO di dalam negeri meningkat, sedangkan di sisi lain permintaan ekspor sedang lesu di tengah kondisi perekonomian global yang belum membaik. 

Selain melindungi pengusaha dan petani kebun rakyat di Tanah Air agar mendapatkan pasar, kebijakan ini dapat mengurangi impor sebesar kira-kira 3,5 juta kl atau sekitar 3,5 miliar dolar AS.  "Ini kita rampungkan.  Saya sudah rapat dengan menkeu dan menperin untuk memantapkan itu.  Saya juga sudah rapat lagi dengan Pertamina.  Semua siap," ujar Hatta. 

Di sisi lain, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dieksekusi 22 Juni silam telah menurunkan pertumbuhan konsumsi BBM. Jika sebelumnya berada di kisaran delapan persen, saat ini berada di posisi 4,0 sampai 6,0 persen. Hatta menyebut hal ini menunjukkan adanya penghematan dan penurunan penyelundupan akibat disparitas harga. "Ini yang kita yakini di kuartal tiga nanti, defisit transaksi berjalan dari 4,4 persen dari PDB akan turun di bawah tiga persen dan kemudian kuartal keempat," paparnya.

Sedangkan untuk merangsang ekspor, pemerintah memberikan insentif kepada produk dalam negeri yang berorientasi ekspor.  "Ini penting memberikan keyakinan pada market bahwa kita melakukan kebijakan yang betul di jangka pendek maupun jangka menengah," tegas Hatta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement