Ahad 25 Aug 2013 15:21 WIB

OJK-BI Pastikan Likuiditas Bank Dalam Kondisi Aman

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
Gedung Bank Indonesia
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Gedung Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) mengklaim likuiditas bank secara umum masih aman. Walaupun pertumbuhan kredit kencang dan terdapat arus keluar dari modal asing (capital outflow), kondisi perbankan dinilai belum ada masalah.

Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, Nelson Tampubolon, mengatakan, melalui stress test, kondisi perbankan saat ini belum ada masalah. "Secara likuiditas perbankan secara umum masih banyak," ujar Nelson akhir pekan ini.

Banyaknya likuiditas terlihat dari jumlah operasi moneter dan secondary reserve atau Giro Wajib Minimum (GWM) sekunder. Jumlah operasi moneter mencapai Rp 235 triliun, sedangkan secondary reserve dalam bentuk surat berharga negara (GWM) mencapai Rp 250 triliun. "Jadi secara likuiditas umum itu sebenarnya masih cukup banyak. Jadi menurut saya belum ada yang perlu dikhawatirkan," ujar dia.

BI pun menyatakan alasan yang sama. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Difi Johansyah, mengatakan indikator utama dari likuiditas adalah GWM. Setiap harinya, bank-bank harus dapat memenuhi GWM. "Kalau ada yang tak bisa, baru masalah," ujar Difi. Ia mengatakan sampai saat ini bank-bank masih dapat memenuhi GWM.

Indikator kedua dari likuiditas bank adalah rate pasar uang antarbank (PUAB). "Jika JIBOR naik drastis atau tiba-tiba berarti ada sesuatu di pasar uang," ujar Difi. JIBOR atau Jakarta Interbank Offered Rate adalah suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi PUAB di Indonesia.

Untuk meningkatkan manajemen likuiditas bank, BI mengeluarkan kebijakan baru. Kebijakan tersebut yakni menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) sekunder dari 2,5 persen menjadi 4 persen agar BI dapat menyerap kelebihan (ekses) likuiditas perbankan. Batas atas Loan to Deposit Ratio (LDR) pun diturunkan dari 78-100 persen menjadi 78-92 persen.

Ekonom dari PT Bank Internasional Indonesia, Tbk (BII), Juniman, mengatakan kebijakan tersebut bertujuan agar bank-bank di tanah air sehat dan terjamin likuiditasnya. Kebijakan tersebut akan menjadi trade off bagi bank. "Kalau mereka tak mau menambah GWM mau tak mau harus meningkatkan Dana Pihak Ketiga (DPK) atau mengerem kredit," ujar Juniman.

Menurutnya, bank-bank yang memiliki LDR di atas 92 persen akan meningkatkan pengumpulan DPK dengan menaikan suku bunga simpanan. "Nanti akan ada semacam perang suku bunga," ujar Juniman. Bagi bank-bank yang memiliki LDR baik, mereka tetap harus hati-hati dalam melakukan ekspansi kredit.

Ketentuan ini pada akhirnya akan membuat kondisi likuiditas perbankan lebih baik. "Jadi kalau ada rush atau goncangan global, bank punya uang. Jangan sampai semuanya dipakai untuk kredit," ujar Juniman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement